Samarinda, reviewsatu.com – Seorang kakek berinisial Sg (72) menyesal setelah menghamili cucunya yang masih berusia 17 tahun. Buruknya lagi, korban merupakan penyandang disabilitas.
“Baru sadar saya, menyesal,” ungkapnya dengan suara merendah, Senin (27/2/2023).
Perbuatan bejat itu sendiri bermula pada Agustus 2022 silam. Awalnya, pukul 04.00 Wita, Sg berada di pondok di kebunnya di jalan Belimau, Kelurahan Lempake, Samarinda Utara. Biasanya setiap Sabtu dan Minggu ia berada di sana.
Pada dini hari itu sang cucu yang kebetulan ikut dengannya, meminta dibuatkan mi instan. Setelah mengikuti kemauannya, sang cucu enggan masuk ke dalam pondok. Dia memilih tidur di luar bersama kakeknya. Saat berduaan itulah setan mulai menguasai nafsu sang kakek. Birahinya tidak bisa ia kontrol. Adegan intim layaknya suami istri pun ia lakukan. Seminggu sekali. Sebanyak tiga kali di bulan Agustus itu.
“Sebenarnya enggak tega. Sudah berapa kali saya suruh pergi cuma engga mau pada jam empat pagi itu,” ungkap pria yang memiliki sembilan cucu tersebut.
Waka Polresta Samarinda AKBP Eko Budiarto membeberkan secara gamblang kejadian memalukan tersebut.
Pelaku merupakan kakek kandung dari korban. Eko membeber Sg memang kerap mengajak cucunya untuk pergi ke kebun setiap hari Sabtu dan Minggu.
“Korban status siswa berumur 17 tahun, disabilitas. Butuh penanganan khusus,” ucap Waka Polresta Samarinda tersebut saat konfererensi pers di Mapolsek Sungai Pinang, Senin (27/2/2023).
Karena diiming-imingi uang Rp 20 ribu, korban tidak melakukan perlawanan. Kasus asusila ini terungkap ketika orang tua melihat perubahan fisik dari korban terutama di daerah perut yang semakin membesar. Setelah melakukan pemeriksaan ke dokter baru diketahui korban sedang mengandung tujuh bulan. Akibat perbuatannya, korban tidak bisa melanjutkan sekolahnya di SLB setingkat SMA.
Motif perbuatan ini dilakukan karena pelaku tidak bisa menahan nafsu, sebab sudah ditinggal sang istri yang meninggal dunia sepuluh tahun lalu.
Atas perbuatannya, pelaku Kini Sy telah ditahan di Mapolsek Sungai Pinang dan dijerat pasal berlapis. Sebagaimana di maksud dalam pasal 76 D dan E UU RI No 25 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak Jo pasal 81 Ayat ( 1 ), ( 2 ) dan ( 3 ) Dan atau pasal 82 Ayat ( 1 ) UU RI No 17 Tahun 2016, Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016, Tentang Perubahan kedua atas UU RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak menjadi Undang undang Dan atau pasal 6 huruf C Jo pasal 15 huruf a, huruf g dan huruf h UU No 12 Tahun 2022 Tentang Kekerasan Seksual.
Rina Zainun selaku Ketua Tim Reaksi Cepat (TRC) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kalimantan Timur angkat suara atas kasus ini.
“TRC PPA meminta penanganan kasus dilakukan seadil-adilnya dengan memperhatikan kepentingan korban,” ungkapnya.
Dia menambahkan pelaku merupakan kakek yang seharusnya menjadi pelindung bagi cucunya. Terlebih cucunya mengidap disabilitas. Rina tegaskan tidak ada toleransi terhadap perilaku tersebut. Pelaku juga harus dihukum maksimal agar menimbulkan efek jera.
“Ini sangat tidak elok dilakukan kakek dengan alasan istrinya meninggal ini kan sangat tidak baik sama sekali untuk dijadikan perilaku yang harusnya melindungi,” ungkapnya.
Dia pun mengimbau agar orang tua yang mengetahui ketika anaknya menjadi korban segera melaporkan kepada pihak terkait. Jika ini tidak disikapi, Rina khawatir pelaku bisa melakukan hal serupa kepada orang lain dan korban merasa tidak mendapatkan perlindungan.
“Kalau untuk masyarakat silakan kita punya hotline 0813 56985424. Jangan takut untuk mengadukan,” tambahnya.
“Tidak ada mediasi damai untuk namanya kejahatan seksual,” pungkas Rina. (dey/boy)