Samarinda, reviewsatu.com – Akademisi Fahukum Unmul Herdiansyah Hamzah menyebut kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) harus ditolak. Ia membeber sejumlah alasan.
Castro, sapaan akrabnya mengatakan pemerintah selalu berdalih BBM bersubsidi lebih banyak dinikmati orang mampu. Itu adalah salah satu dalih pemerintah. Bahkan pemerintah menyebut 70 persen penikmat BBM bersubsidi adalah dari kalangan mampu.
“Darimana data mampu tidak mampu ini? Tidak ada data yang jelas bagaimana pemerintah mengkualifikasikan orang mampu ini,” katanya.
Bisa jadi pemerintah mendefinsikan masyarakat yang mampu berdasar data BPS. Dimana BPS menggunakan standar garis kemiskinan sebesar Rp. 472.525. Dengan kata lain penduduk dengan pendapatan per kapita per bulan di bawah angka itu, maka masuk dalam kategori miskin. Sementara penduduk dengan pendapatan per kapita di atas itu dikatakan mampu. Penggunaan data ini yang dikritisi oleh Castro.
“Coba bayangkan, apakah masuk akal penduduk dengan pendapat perkapita sebulan sebesar Rp.500.000 dikualifikasikan pendudukan tidak miskin atau mampu?”
Ia juga membandingkan dengan negara tetangga Malaysia dalam hal penetapan harga BBM. Harga BBM terbaru di Negeri Jiran per Agustus 2022 dengan Oktan 95 atau RON 95 dijual RM 2,05. Atau setara dengan Rp 6.780 per liter jika menggunakan kurs Rp 3.300. Dibandingkan Pertalite atau RON 90 dan Pertamax (RON 92), harga BBM RON 95 di Malaysia jauh lebih murah. Padahal tingkat RON jauh di atas Pertamax dan Pertalite.
Argumentasi lainnya adalah kenaikan ini berkaitan dengan pembiayaan IKN. Kenaikan harga ini cuma salah satunya. Sebelumya pemerintah juga menaikan pajak dengan dalih demi pembangunan.
“Jadi jelas jika kenaikan harga BBM ini adalah politik tumbal untuk pembiayaan IKN. Pemerintah mencari jalan pintas untuk pembiayaan IKN dengan cara mengorbankan rakyat,” tutup Castro. (boy)