Samarinda, reviewsatu.com – Genderang perang ditabuh. Partai non parlemen berebut kursi jelang pemilu. Perjuangan merebut hati konstituen sudah dimulai.
Sembilan parpol non parlemen resmi menjadi peserta pemilu 2024 setelah dinyatakan lulus verifikasi faktual oleh KPU RI. Kesembilan partai itu di antaranya: Perindo, Garuda, Gelora, Ummat, Buruh, PSI, Hanura, PBB dan PKN. Di tingkat provinsi, partai-partai ini mulai memanfaatkan momentum. Persiapkan diri demi meraih simpati.
Salah satunya Partai Ummat. Parpol terakhir yang dinyatakan berhak ikut serta dalam kontestasi. Langkah terdekat yang akan dilakukan adalah melakukan konsolidasi untuk memenuhi infrastruktur partai. Seperti melengkapi kepengurusan di tingkat kabupaten, kecamatan hingga persiapan untuk rekrutmen caleg.
“Awal Mei kami sudah harus siap daftar caleg,” ujar Ketua DPW Partai Ummat Dwi Purnomosidi.
Partai juga mulai merancang stategi demi meraih kata menang. Di antaranya melakukan pemetaan kantong-kantong suara potensial. Dwi mengutarakan seluruh pengurus tingkat kabupaten/kota harus memberi data-data mengenai lokasi-lokasi potensial untuk mendulang suara. Termasuk memetakan calon legislatif yang akan dipersiapkan.
Belum juga meraih kursi, Dwi mulai sesumbar bahwa parpol yang ia pimpin tidak akan kehilangan nalar kritis terhadap pemerintah. Beberapa hal disorot. Mulai dari kemiskinan di Kaltim hingga pembangunan yang tidak merata.
“Banyak hal-hal di Kaltim ini yang belum tertangani,” selorohnya.
Ia menyebut tingkat kemiskinan di Kaltim justru meningkat. Berbeda jauh saat masih dipimpin oleh gubernur sebelumnya Awang Faroek Ishak. Belum lagi persoalan illegal mining yang selalu menjadi momok bagi proses penegakan hukum. Kalau tidak lambat ditangani, ya muncul korban jiwa. Mengkritisi persoalan ini, bagi Dwi, selaras dengan tagline yang diampu oleh parpolnya. Yakni melawan kezaliman, menegakkan keadilan.
Bicara Partai Ummat tentu tidak bisa lepas dari keberadaan PAN. Ya, Ummat merupakan pecahan dari kader-kader yang kecewa di parpol berlambang matahari itu. Diyakini Partai Ummat dan PAN akan saling berebut konstituen yang sama. Sama-sama berbasis dari kalangan Muhammadiyah. Tapi Dwi membantah. Ummat katanya adalah partai yang terbuka untuk semua kalangan dan agama.
“PAN se-Indonesia hanya punya potensi suara enam persen. Kalau kami berebut di enam persen itu, ya akan sama-sama enggak lolos.”
Salah satu langkah strategis yang bisa diambil oleh Ummat adalah melakukan konsolidasi dengan parpolyang sama-sama senasib. Masih baru, belum memiliki kursi dan sama-sama ingin menang. Soal ini Dwi mengaku mengikuti kebijakan dari DPP dulu. Nanti kebijakan itu akan diambil melalui rapat kerja nasional (rakernas) yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Saat ini partai Ummat memiliki kader sekitar 5 ribu orang. Tersebar di sembilan kabupaten/kota selain Mahulu.
Partai berbasis Islam lain yang ingin menang adalah PBB. Partai besutan Yusril Ihza Mahendra ini masih percaya diri dengan tagline mereka. Menegakkan Syariat Islam. Apa bisa memasarkannya di tengah masyarakat kita yang multikultural?
“Masyarakat sekarang sudah pintar kok, tidak banyak yang alergi dengan begitu-begituan,” ucap Ketua DPW PBB Kaltim Syafruddin percaya diri.
Memang di tingkat nasional PBB tidak mendapatkan kursi sama sekali. Namun di daerah lain cerita. Periode lalu PBB mampu mendapat kursi di beberapa daerah. Seperti Balikpapan, Paser, Berau hingga Kukar. Tapi saat pencalegan periode sekarang jumlahnya berkurang. Meski pun masih ada kursi di beberapa daerah. Tapi itu pun bisa dihitung dengan jari.
“Sekarang ini di PPU ada dua (kursi,red), Paser satu (kursi,red),” sebutnya.
Alhasil mau tidak mau partai harus berjuang mati-matian demi bisa menaikkan jumlah kursi. Targetnya pun tidak muluk-muluk. Di setiap kabupaten/kota ada perwakilan kursi walaupun hanya satu. Bagaimana caranya? Syafruddin cs akan menjaring calon legislatif yang mumpuni. Mereka harus memiliki wawasan kebangsaan, ditokohkan dan pandai berkomunikasi ke publik. Dan tidak kalah penting mempunyai kemampuan finansial yang matang. Saat ini jumlah kader PBB sekitar 3.000. Tersebar di sembilan kabupaten/kota, minus Mahulu. Padahal periode lalu, PBB sempat mendapat satu kursi di DPRD Mahulu.
“Tanggal 11 Januari-13 Januari kami raker ke Jakarta untuk membahas strategi pemenangan dan lain-lain,” tutup Syafrudidn.
Dikutip dari tirto.id, Direktur Eksekutif Indostrategi, Arif Nurul Imam menyebut parpolbaru masih berpotensi meraih suara lebih banyak. Menurutnya masyarakat Indonesia yang terafiliasi dengan partai politik hanya kisaran 20 persen. Karena alasan ini parpol baru bisa menggaet pemilih yang tidak terafiliasi dan tidak dekat dengan partai yang kini aktif di Senayan (DPR RI,red).
“Hanya saja butuh sebuah model kampanye yang berbeda, tawaran program yang berbeda, dan kemudian juga memberikan rekomendasi-rekomendasi politik yang menjawab kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat yang merasa tidak terafiliasi dengan partai politik. Dengan demikian, mereka akan tertarik dan kemudian mendukung partai baru tersebut,” kata Arif dikutip dari tirto.id.
Di sisi lain, kata Imam, tantangan yang muncul adalah tidak sedikit partai baru mempunyai ciri yang sama dengan partai yang sudah ada. Sebagai contoh, Partai Buruh yang memiliki basis pemilih dan platform yang hampir serupa dengan PDIP, PKN yang punya kedekatan dengan Demokrat maupun Hanura akibat kader-kader adalah eks kader kedua partai itu.
Hingga Partai Gelora yang pendirinya adalah eks kader PKS. Akan tetapi, Imam melihat partai-partai baru berupaya memodifikasi cara kerja, haluan, maupun program yang diperjuangkan. Ia mencontohkan Partai Buruh yang fokus mengelola suara para buruh.
“Dia harus spesifik memperjuangkan aspirasi buruh dan kemudian program kebijakan ketika mereka mendapatkan kekuasaan bagaimana melakukan affirmative action terhadap para buruh di Indonesia yang secara jumlah tentu sangat besar. Ini saya kira yang potensi untuk lolos di parlemen, tetapi memang keterbatasan partai baru adalah mereka minim di infrastruktur politik, kedua logistik, dan ketiga pengalaman politik,” kata Imam. (boy)