Samarinda, reviewsatu.com – Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kaltim akhirnya angkat bicara terkait Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang nilainya merah. IKP tersebut dianggap sebagai prediksi hadapi pemilu 2024 nanti.
Komisioner Bawaslu Kaltim Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Galeh Akbar Tanjung memeberikan pemaparan. IKP tersebut merupakan data atau potret akumulasi dari Pilgub 2018, Pemilu 2019 dan pilkada serentak 2020. Semuanya dirangkum oleh Bawaslu RI
“IKP ini untuk memetakan, menganalisa dan memprediksi peristiwa yang akan datang di 2024,” kata Galeh saat konferensi pers di Bawaslu Kaltim, Selasa (20/12/2022) sore.
Baginya, IKP merupakan pengingat dini terhadap potensi pelanggaran sehingga bisa diantisipasi.
Berdasar data IKP 2024 yang di launching Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI Jumat (16/12/2022) lalu, lima provinsi yang rawan tinggi tersebut memiliki poin di atas 70. Di antaranya DKI Jakarta (88,95), Sulawesi Utara (87,48), Maluku Utara (84,86), Jawa Barat (77,04) dan Kalimantan Timur (77,04).
Nilai itu berasal dari input data bawaslu provinsi dan hasil agregat penghitungan di kabupaten/kota. Skoring pun didasarkan pada masing-masing dimensi. Dari hasil IKP ada empat dimensi yang ditetapkan Bawaslu RI. Dimensi Konteks sosial politik, dimensi penyelenggaraan pemilu, dimensi kontestasi dan dimensi partisipasi. Kemudian 12 subdimensi dan 61 indikator. Masing-masing dimensi memiliki jumlah sub dimensi dan indikator yang beda pula.
Parahnya, tiga dari empat dimensi itu, Kaltim lagi-lagi justru masuk kategori merah atau rawan tinggi. Seperti dimensi konteks sosial politik. Poinnya adalah 72,70. Penyelenggaraan pemilu nilainya paling tinggi yakni 100. Lalu untuk dimensi partisipasi poinnya 30,92. Itu baru provinsi. Untuk kabupaten/kota di Kaltim yang rawan tinggi dipegang oleh Kukar. Nilainya 51,49.
Khusus dimensi penyelenggaraan pemilu ada empat sub dimensi yang dinilai. Yaitu hak memilih, pelaksanaan kampanye, pelaksanaan pemungutan suara, ajudikasi dan keberatan serta pengawasan pemilu. Nah untuk dimensi penyelenggaraan pemilu ini menjadi atensi Bawaslu Kaltim. Upaya pencegahan akan lebih dimaksimalkan.
Sebagai contoh hak pilih pekerja di kawasan IKN. Jangan sampai nantinya mereka tidak menggunakan hak pilih saat pemilu.
“Ada banyak pekerja sawit tambang dan lainnya yang belum bisa diakomodasi. Jumlahnya bisa ribuan. Pada saat pemilihan belum tentu mereka diliburkan, peristiwa ini akan memasung hak pilih,” tegas Galeh.
Untuk hak pilih ini sebenarnya menjadi ranah KPU. Apakah akan membuat TPS khusus atau tidak.
Tugas Bawaslu adalah memastikan semua hak terakomodasi.
Kasus lainnya adalah kampanye yang melibatkan KPU setempat. Lalu pengabaian protokol kesehatan. Termasuk pula ketersediaan logistik. Ada yang terlambat datang. Bahkan ada pula tertukar. Mau tidak mau harus dilakukan pemungutan suara ulang (PSU). Contoh PSU adalah di Berau.
Lantas, apa yang akan dilakukan oleh Bawaslu Kaltim untuk menekan potensi itu terjadi? Galeh menyebut sedang menyusun forum warga. Untuk dijalankan di setiap kecamatan hingga kelurahan. Biasanya setiap bulan akan dilakukan musrenbang. Nah, forum warga akan masuk di situ. Melakukan sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat. Termasuk pula petakan aktor politik di tingkat bawah.
“Lalu kami akan buat Desa anti politik uang. Target kami 1 desa, 1 kelurahan. Ini adalah desa binaan Bawaslu. Harapannya ruang pelanggaran akan semakin kecil.”
Komisioner Bawaslu Kaltim Divisi Penanganan Pelanggaran dan Datin Ebin Marwi menyebut target lainnya adalah menyelamatkan hak pilih warga. “2019 di Kaltim banyak pekerja sawit tidak punya hak pindah memilih. Bisanya hanya pilpres. Kampanye ini dari beberapa wilayah jadi problem. Berau dan Kubar libatkan petinggi desa, termasuk netralitas ASN,” bebernya.
Kemudian pada pemungutan suara. Ada yang lakukan lebih dari dua kali, berpotensi terjadi pemungutan suara ulang.
“Surat suara di Kaltim kurang. Ini diselamatkan partisipasi pemilih yang rendah. KPU rupanya tidak menyiapkan jumlah yng dimaksud,” tegas Ebin. (boy)