Protes Alat Tangkap Ikan Dipindah PHKT, Nelayan Marangkayu Ngadu ke Komisi II

Rdp Komisi II
Suasana RDP Komisi II DPRD Kaltim. (Boy)

Samarinda, reviewsatu.com – Nelayan Marangkayu, Kukar protes kepada Pertamina Hulu Kaltim (PHKT). Alat tangkap ikan jenis bagang mereka diminta pindah. Namun biaya ganti rugi yang diberi tidak sebanding.

Protes mereka pun akhirnya di mediasi oleh Komisi II DPRD Kaltim. Di dalam ruang rapat komisi II, dewan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama para nelayan dan sejumlah pihak, Senin (5/9/2022). Para nelayan merasa tidak terima dengan keputusan PHKT yang meminta mereka memindahkan bagang. Alasan pemindahan itu karena di titik tersebut ada jalur pipa bawah laut milik pertamina.

Nah, bagang yang dibuat nelayan adalah jenis tancap dan dianggap berisiko oleh Pertamina. Disamping itu di lokasi tersebut juga masuk dalam zonasi terlarang untuk penangkapan ikan, yang diatur dalam Peraturan Daerah 2/2021 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).

Sayangnya, menurut Sudarman, salah satu perwakilan nelayan, mengaku tidak tahu menahu dengan peraturan tersebut. Ia dan nelayan lain tidak pernah mendapat sosialisasi tentang itu. Setelah panjang lebar berdialog dengan PHKT, nelayan pun luluh. Mereka bersedia pindah dengan syarat membayar ganti rugi tiga bagang yang sudah dibuat.

Baca Juga  14 Pejabat Tinggi Pratama Kaltim Dilantik, Kadis ESDM Diganti Mantan Kadis Peternakan

Satu bagang diminta biaya Rp 40 juta. Artinya total Rp 120 juta yang diminta nelayan. Tapi pihak PHKT hanya berani membayar tali asih sebesar Rp 10 juta per bagang. Alasannya karena bagang tersebut belum berproduksi. Nelayan tak terima. Pembahasan di ruang rapat pun deadlock.

Usai rapat, Humas PHKT Tarmizi memberikan keterangan. Ia katakan keinginan dari nelayan akan disampaikan ke Direksi pusat di Balikpapan. Pihaknya mengaku tidak punya wewenang untuk mengambil keputusan. Tarmizi membenarkan bahwa di lokasi bagang itu memang ada jalur pipa gas. Sayang, ia tak tahu berapa panjangnya.
“Itu sudah teknis saya tidak pegang datanya,” kata Tarmizi.

Ia cuma utarakan kalau pipa tersebut merupakan bagian dari proyek vital nasional. Pihak PHKT selaku pengelola di wilayah itu harus memastikan lokasinya steril Slsupaya memudahkan upaya perawatan. Termasuk menjaga dari hal-hal lain yang dianggap menganggu jalur pipa tersebut.

“(Pipa,red) Itu cukup lama, beberapa perusahaan sudah mengelola di situ baru ini dikelola oleh PHKT. Nah baru ini juga ada bagang,” imbuhnya.
Tarmizi pun menegaskan bahwa di daerah itu memang tidak diperbolehkan adanya bagang. Karena sudah diatur dalam perda tadi.

Baca Juga  Kemendagri: Stop Pemberian Izin di Kawasan IKN

Terpisah, Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listyono menjelaskan lokasi adanya bagang tersebut disebut berbahaya. Tak cuma karena keberadaan pipa minyak, tapi juga berdekatan dengan jalur hilir mudik kapal.

“Pihak nelayan minta ganti rugi Rp 40 juta tapi Pertamina maunya Rp 10 juta. Makanya kami fasilitasi ini agar sama-sama ada win win solution,” katanya.
Tyo, sapaan akrabnya menambahkan sudah meminta para nelayan melayangkan keberatan secara tertulis kepada Pertamina. Lalu setiap kali pertemuan dibuatkan notulensi agar bisa ditindaklanjuti Pertamina.
“Namanya perusahaan mereka minta ada hitam di atas putih,” tambahnya.

Terkait zonasi larangan tangkapan ikan tersebut ia katakan Perda RZWP3K memang kurang disosialisasikan. Alasan inilah yang membuat banyak nelayan berani menangkap ikan di daerah yang terlarang.
“Memang ada wilayah perairan yang sudah dipetakan dalam RZWP3K. Ini memang perlu sosialisasi ke nelayan,” tutup Politisi Golkar itu. (boy)