Samarinda, reviewsatu.com – Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kaltim Agus Priyono menyebut pengelolaan keuangan enam kabupaten/kota masih bermasalah. Enam kabupaten/kota tersebut adalah Balikpapan, Bontang, Berau, Kutai Barat, Kutai Timur dan Mahakam Ulu.
“BPK masih menemukan beberapa permasalahan dalam pengelolaan keuangan daerah. Meskipun demikian, permasalahan tersebut tidak mempengaruhi kewajaran atas penyajian LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah),” kata Agus Priyono di Samarinda, Rabu (10/5/2023).
Ia membeber sejumlah permasalahan tersebut. Seperti Balikpapan ditemukan pengelolaan pendapatan dan piutang retribusi pelayanan pasar belum memadai, sehingga mengakibatkan kurang saji pendapatan retribusi pelayanan pasar senilai Rp79,21 juta, lalu potensi pendapatan retribusi pelayanan pasar tidak tertagih, dan piutang per 31 Desember 2022 belum mencerminkan kondisi yang sebenarnya senilai Rp392,38 juta,
Temuan lainnya adalah kekurangan volume atas 12 paket pekerjaan jalan, irigasi, dan jaringan pada Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tidak mencerminkan realisasi yang sebenarnya dan terdapat kelebihan pembayaran senilai Rp1,066 miliar.
“Pengelolaan kas di Bendahara Pengeluaran pada Disnaker tidak sesuai ketentuan, sehingga mengakibatkan tidak tercapainya tertib administrasi keuangan pada Bendahara Pengeluaran dan saldo kas di Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 2022 tidak mencerminkan saldo kas riil sebesar Rp87,70 juta” terang Agus.
Temuan lain yang ia kemukakan adalah pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler belum diatur dan dilaksanakan secara memadai, sehingga mengakibatkan sisa dana BOS regular senilai Rp519,52 juta tidak dapat digunakan.
“Hal tersebut untuk membiayai operasional sekolah dan tidak terdapat rencana penggunaan anggaran yang jelas atas SiLPA dana BOS,” ucap Agus.
Selanjutnya, temuan untuk Pemda Bontang, antara lain kekurangan volume pekerjaan Belanja Modal dan Belanja Pemeliharaan sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp371,77 juta. Kemudian terdapat nilai piutang PBB-P2 sebesar Rp 5,883 miliar yang dinilai tidak wajar. Di Kabupaten Berau BPK menemukan penentuan besaran tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi anggota DPRD tidak sesuai ketentuan, sehingga mengakibatkan ketidakhematan keuangan daerah senilai Rp4,034 miliar. Selain itu terdapat belanja uang lembur pada puskesmas 24 jam senilai Rp 2,072 miliar tidak sesuai ketentuan. Untuk proyek fisik terdapat kekurangan volume atas 20 pekerjaan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang serta Dinas Pendidikan, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran senilai Rp2,629 miliar.
Sementara di Kubar terdapat empat temuan, salah satunya kelebihan pembayaran pekerjaan belanja modal jalan, irigas dan jaringan oleh Dinas PUPR dan pertanian Kubar senilai Rp 1,247 miliar. Di Kutai Timur BPK mencatat ada tiga temuan yaitu kelebihan pembayaran belanja modal jalan pada pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum (PU) senilai 1,670 miliar. Lalu kelebihan bayar belanja modal melalui pengadaan langsung di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman senilai Rp 1,810 miliar. kemudian denda keterlambatan pekerjaan di tiga OPD sehingga membuat penerimaan daerah tertunda senilai Rp 1,388 miliar.
Terakhir di Kabupaten Mahakam Ulu BPK menyebut terdapat tiga temuan. Yakni kelebihan bayar Rp 5,268 miliar pada 10 paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perumahan Kawasan Permukiman, tidak sesuai realisasi. Lalu nilai piutang PBB P2 per 31 Desember 2022 senilai Rp 1,923 miliar tidak dapat diyakini kewajarannya dan berisiko terjadi penyalahgunaan di Badan Pendapatan Daerah. (boy)