Samarinda, reviewsatu.com – Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unmul Haris Retno menyebut sudah tangani empat kasus di lingkungan kampus.
“Saat ini ada terdapat empat kasus yang sedang ditangani,” ungkap Retno dikonfirmasi Selasa (21/3/2023).
Retno mengatakan Satgas PPKS terbenutk Agustus 2022 silam. Rata-rata dari empat kasus tersebut, pelaku kekerasan seksual tidak hanya dilakukan tenaga pendidik. Dia menyebut kasus kekerasan seksual ini diibaratkan seperti fenomena gunung es. Bisa jadi ada lebih banyak kasus yang terpendam dan belum terungkap. Terkait banyaknya pemberitaan kasus kekerasan seksual di Unmul bukan berarti orang-orang yang berada di dalamnya tidak baik. Namun, dengan adanya Satgas dapat menjadi jalur korban untuk mengadu. Sehingga banyak kasus yang terungkap.
Retno menyebut hal itu tentu yang membedakan dengan kampus yang tidak memiliki Satgas PPKS Hal inilah yang membedakan Unmul dengan universitas yang tidak ada satgasnya. Baginya masih banyak korban dan pelaku yang tidak sadar, bahwa perbuatan yang dilakukan merupakan kekerasan seksual.
“Kan dipegang doang kalau korban merasa tidak nyaman dan merasa perbuatan itu merendahkan martabat, maka termasuk perbuatan kekerasan seksual,” jelasnya.
Dosen Fahukum Unmul ini juga membeber terdapat 30 bentuk kekerasan seksual yang tidak disadari korban dan pelaku. Hal itu terdapat di dalam Undang-undang Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Karenanya edukasi terkait kekerasan seksual dianggap penting. Sehingga Undang-Undang tersebut bisa hadir di tengah mahasiswa.
Untuk Unmul sendiri, Retno menyebut, pembentukan satgas tersebut dibentuk diakhir masa kepemimpinan Masjaya saat masih menjabat rektor. Pemilihan anggotanya dilaksanakan melalui seleksi beranggotakan 19 orang. Dan 50 persennya adalah mahasiswa. Dia juga menyebut satgas tersebut memiliki dua tugas pokok. Yaitu pencegahan dan penanganan. Dengan porsi terbesar di pencegahan.
“Karena harapannya upaya pencegahan lebih di kedepankan, ” ungkapnya.
Sebagai tim yang menangani kasus kekerasan seksual di kampus, Retno menyebut memiliki program kerja. Di antaranya sosialisasi pencegahan kekerasan seksual, survei yang dilakukan setiap enam bulan sekali, juga dibuat peringatan dini.Kasus yang ditangani merupakan kasus yang berkaitan dengan civitas akademika kampus tersebut, baik korban maupun pelaku.
“Bisa jadi masyarakat yang berhubungan civitas akademika yang berada di lingkup Tridharma Perguruan Tinggi. Ada keterhubungan relasi,” tambah perempuan berjilbab tersebut.
Selain Undang-Undang Undang-undang Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, korban juga mendapat perlindungan di Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Sehingga selain ke Satgas, korban juga bisa melaporkan kasus ke kepolisian manakala unsur-unsur pidana itu terpenuhi.
Dia menabahkan pula bahwa Satgas bisa memberi rekomendasi sanksi kepada Rektor. Sanksinya biasa berbentuk administratif. Tapi jika korban tidak terima, maka kasus tersebut dapat dilaporkan ke kepolisian. (dey/boy)