Kisah Puji Setyowati, Yang Awalnya Benci Politik Kini Malah Jadi Anggota Dewan

politik

Samarinda, reviewsatu.com – Benci. Alergi. Begitulah kira-kira yang dirasakan Puji Setyowati ketika mendengar kata politik. Kini roda berputar. Puji yang awalnya benci justru jatuh cinta dengan politik. Kok bisa?

Puji pun menceritakan awal mula dirinya bisa jatuh ke dalam dunia politik. 1998 silam, usaha sang suami, Sjaharie Jaang sedang goyah buntut dari reformasi. Di saat bersamaan Jaang mendapat tawaran untuk masuk ke partai PDI. Untung bertuah, Jaang terpilih menjadi anggota DPRD di Samarinda. Di sini awal mula kegelisahan Puji. Hidup dari berpolitik ternyata membuatnya gusar. Waktunya bersama suami menjadi berkurang. Tidak seperti yang dia harapkan.

“Begitu di dewan rasanya waktu hampir tidak ada. Kan niatan berkeluarga adalah hidup damai, rezeki nanti bisa dicari yang penting damai,” katanya saat menjadi narasumber Podcast di Rumah Disway beberapa waktu lalu.

Puji yang kala itu gusar langsung curhat kepada sang suami. Dia bilang untuk apa terjun ke politik kalau ternyata waktu bersama keluarga dikorbankan. Puji kemudian menyarankan agar suaminya keluar dari partai. Sempat berfikir, Jaang akhirnya mengiyakan permintaan sang istri.

Ia mengundurkan diri. Tapi partai menolak. Percobaan kedua, ditolak juga. Sampai permintaan ketiga, tetap sama. Pada masa itu Ketua DPC PDI Samarinda masih dipegang oleh almarhum Siswadi. Hampir putus asa, Jaang pun menyuruh Puji mengambil studi S2 ke UGM.

“Saya boyong anak-anak semua ke Jakarta sambil merenung di sana, supaya agak fresh.”

Ketika ia sedang menikmati masa studi di Jogjakarta, Jaang dilamar oleh almarhum Achmad Amins untuk berpasangan maju sebagai calon wakil wali kota Samarinda. Jaang terpilih. Saat itu pemilihan masih oleh DPRD, bukan secara langsung seperti sekarang. Di situ mata batin Puji mulai melek. Ternyata beginilah dunia politik. Dia langsung berdoa kepada Sang Khalik. Mohon agar dirinya dikuatkan.

“Saya ini perlu penguat, karena saya ini kan terbiasa lembut, lalu tiba-tiba masuk ke politik yang demikian kerasnya. Saya berdoa kepada Tuhan, kuatkan saya.”

Dan tanpa diduga setelah menjadi istri wakil wali kota Samarinda selama 10 tahun (dua periode), ia menjadi istri wali kota selama dua periode pula. Dia sadar, bahwa berpolitik ternyata adalah jalan hidupnya. Puji sendiri sebenarnya adalah pengajar di Politeknik Samarinda pada 1993 silam. Tahun 2018, dia sudah punya planning. Kalau ingin bisa mengajar di Politeknik, dirinya harus kuliah S3 lagi agar linear dengan jurusan.

Dia konsultasi dengan sang suami. Di ruang dapur. Di atas meja makan, Jaang hanya bilang bahwa hidup itu pilihan. Lagi pula pada masa itu Jaang sudah mulai merasa jenuh di politik. Sementara ia merasa masih banyak tugas-tugas semasa menjabat yang belum tuntas. Jaang juga berkata kepada Puji, kalau ingin pensiun sebagai pegawai negeri juga tidak masalah. Tapi dengan syarat. Jangan diam. Harus ada aktivitas setelahnya.    

“Mau jualan enggak punya kemampuan berdagang. Terus bapak bilang, kalau mau berpolitik juga enggak papa. Itu saya masih di dapur beliau ngomong begitu,” celetuknya.

Tanpa sadar celetukan itu malah menguatkan dirinya untuk maju sebagai calon anggota dewan. Setelah mendapat ‘restu’ sang suami di dapur, Puji memantapkan hati. Dia mulai ajukan permohonan pensiun di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Lalu ke Kemendikti. Suratnya tidak segampang itu keluar. Padahal surat itu adalah bukti legal bahwa dirinya tidak lagi tercatat sebagai PNS. Ya, ketika itu Puji harus mendaftarkan namanya sebagai bakal calon legislatif (bacaleg) di partai Demokrat.

“Tapi akhirnya keluar juga. Mulai saat itu, all out.”

Takdir pun berpihak padanya. Puji terpilih sebagai anggota DPRD Kaltim dari dapil 1 (Samarinda) dengan perolehan suara tertinggi. Yakni 24.600 suara. Di bawahnya ada Andi Harun (Gerindra) dengan 23.410 suara lalu Saefuddin Zuhri (NasDem) dengan 15.326 suara. Saat ini dia duduk sebagai anggota Komisi IV DPRD Kaltim dari Fraksi Demokrat Nasdem. Begitulah kisah puji menceritakan bagaimana dia bisa terjebak ke dalam dunia politik.

“Kalau benci jangan benci banget karena nanti akan senang juga,” kata Puji mengakhiri. (boy)