Samarinda, reviewsatu.com – DPD RI menjadi pelarian bagi para eks pengurus parpol. Calon incumbent harus waspada. Posisi mereka terancam.
Akademisi FISIP Unmul Sonny Sudiar mengutarakan hal demikian. Baginya, keberadaan mereka adalah ancaman buat para petahana.
“Ini akan mengancam. Bisa enggak mereka (petahana,red) duduk lagi nanti. Ini pasti mengancam, menggeser incumbent,” katanya, Rabu (1/2/2023).
Sonny menuturkan beberapa hal yang menjadi alasan kenapa posisi DPD RI masih diminati.
Salah satunya cost politik lebih murah. Jika di DPD RI, para calon tidak harus bersaing di internal partai. Kalau pun harus keluar biaya politik, itu pun tidak sebanyak kader partai. Alhasil, biaya politik bisa ditekan.
“(Biaya,red) kampanye pasti, cuma mereka tidak terlalu mengeluarkan biaya ketika bersaing di internal parpol. Beban di DPD RI jauh lebih ringan ketimbang di DPR RI, sehingga pertempurannya tidak terlalu kompetitif seperti di DPR RI,” jelasnya.
Alasan lainnya karena posisi ini dinilai prestisius setelah DPR RI. Memerebutkan empat kursi untuk mewakili Kaltim katanya sama pentingnya dengan DPR RI. Meski pun kewenangan DPD RI tidak seperti DPR. Bisa membuat legislasi. DPD hanya merupakan representasi daerah. Meski begitu posisinya cukup memiliki nilai tawar politik yang tinggi. “Gaji, tunjangan dan lainnya hampir mirip saja dengan DPR RI. Memang ada beberapa yang tidak disediakan seperti di DPR.”
Para incumbent memang harus siap siaga. Sejumlah nama besar akan menghiasi perebutan kursi di DPD RI dari dapil Kaltim. Sebut saja Emir Moeis. Pernah melanglang buana sebagai anggota DPR RI dari PDI Perjuangan dapil Kaltim. Emir juga mantan terpidana kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tarahan, Lampung, 2004 silam. Ia divonis tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara. Setelah bebas, Emir sempat menjadi komisaris di anak perusahaan BUMN PT PIM. Anaknya, Ananda Emira Moeis, adalah Sekjen PDIP Kaltim. Pasangan ini harus diwaspadai. Karena berpotensi menggandeng suara saat pemilihan nanti.
Beberapa eks parpol lainnya yang maju adalah Dody Rondonowu. Mantan Wakil Ketua DPRD Kaltim 2009-2014 dari PDI Perjuangan itu pernah terlibat kasus hukum. Yakni pidana korupsi kala menjabat sebagai legislator Bontang 2000-2004. Ia kembali ke masyarakat usai menjalani masa hukuman selama dua tahun. Lalu ada Akhmad Rosyidi, eks kader PPP yang juga pernah menjadi anggota DPRD Kaltim dapil Balikpapan. Kemudian ada Marthinus dan Abdul Jawad. Marthinus (PDI-P) dan Abdul Jawad (PAN) sendiri saat ini masih menjabat sebagai anggota DPRD Kaltim. Ada pula Jaffar Abdul Gaffar, mantan wakil ketua DPRD Samarinda dari Golkar.
Tapi bagi Sonny, nama-nama tersebut masih kalah mentereng dengan Emir. Alasannya mereka hanya sempat terpilih sebagai anggota DPRD. Artinya potensi konstituen dan lumbung suara masih kalah jauh. Terkecuali mereka memiliki jaringan atau simpul-simpul nasional.
“Kalau mau berhasil melenggang ke Senayan, kuasai Balikpapan, Samarinad, Kukar. Atau kuasai 2-3 dapil yang DPT nya besar dan tingkat partisipasi politiknya tinggi, fokus di situ saja, jangan sebarkan kekuatan,” saran dosen HI FISIP Unmul ini.
lalu, apakah akan ada yang terpilih dari para eks kader parpol ini.
“Kalau melihat dari nama besar jelas Pak Emir, kalau yang eks parpol dan pernah menjabat sebagai anggoa dewan di tingkat daerah, perjuangannya keras. Karena mereka terkenalnya di dapil mereka saja, kecuali punya jraingan se-Kaltim,” tutupnya.
Berikut nama-nama bakal calon DPD dari Kaltim:
- Zainal Arifin
- Rendi Susiwo Ismail
- Emir Moeis
- Naspi Arsyad
- Aji Mirni Mawarni
- Yulianus Henock Sumual
- Sinta Rosma Yenti
- Kamal Harpa
- Jafar Abdul Gaffar
- Dodi Rondonuwu
- Muhammad
- Fathur Rahman Al Kutai
- Habib Ahmad Bahasyim
- Ahmad Rosyidi
- Anita Kurnia Ilahi
- Bambang Susilo
- Soedarmo
- Andi Fathur Khair
- Sumadi
- Zaldy Irza Pahlevy
- Nanang Sulaiman
- Marthinus
- Abdul Jawad.
(boy)