Kukar, reviewsatu.com– Terungkapnya alokasi dana CSR ke perguruan tinggi di Pulau Jawa membuat seluruh masyarakat Benua Etam kecawa. Pasalnya perusahaan yang beroperasi di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) ini, dinilai kurang bekerjasama dengan pemerintah serta masyarakat setempat.
Wakil Ketua DPRD Kukar, Alif Turiadi mengatakan kepada awak media, dirinya telah bertemu dengan pewakilan mahasiswa menyampaikan apresiasi serta menampung aspirasi terkait persoalan tersebut.
Dirinya pun menyikapi para mahasiswa yang datang dan akan membawa persoalan tersebut ke rapat paripurna. “Harapan kita, adanya dorongan dari mahasiswa, masyarakat ini kami menyikapi dan akan membentuk pansus atau panca, nanti kita bicarakan di paripurna. Karena CSR ini dananya ke luar Kaltim,” katanya.
Lebih lanjut, dirinya memberikan catatan kepada CSR yang ada di Forum TJSP (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) Kukar, agar bekerjasama dan bersinergi dengan musrembang kecamatan serta kabupaten. Karena CSR tidak hanya dari pertambangan saja, melainkan dari perkebunan dan sektor lainnya.
“Misalnya CSR membangun jembatan, pemda membangun jalannya. Jadinya kan sinergi. Yang penting CSR maksimal dulu. Dan CSR tidak hanya dari pertambangan, bisa dari perkebunan kelapa sawit, dan perusahaan-perusahaan yang ada di Kukar. Mereka wajib memiliki CSR,” bebernya.
Pria yang akrab dipanggil Alif ini berencana akan merevisi perda terkait CSR. Menurutnya kini masih bersifat sunnah atau tidak wajib.
Tak hanya sekadar merevisi perda, dirinya juga ingin para perusahaan yang masih ilegal harus ditertibkan terlebih dahulu. Diharapkan ke depannya akan mudah dalam melakukan pendataan serta menambah PAD.
“Kami akan merevisi perda kami, yang berisi termatup tarif yang resmi. Jika sudah ada akan lebih memudahkan, karena saat ini hukumnya seperti sunnah tidak wajib. Kemudian, gali perusahaan-perusahaan itu. Yang digali adalah salah satunya perusahaan penambangan ilegal,” terangnya.
Jika perusahaan ilegal tetap dibiarkan, kata dia, khususnya di sektor pertambangan, maka akan semakin banyak lingkungan di wilayah Kukar yang rusak dan akan berimbas kepada masyarakat sekitar nantinya.
“Karena dampaknya itu merusak lingkungan, jadi mereka harus ditertibkan dulu. Jika mereka sudah legal dan resmi, tentunya ini akan membantu PAD maupun CSR, sehingga mereka dapat membantu masyarakat yang ada di sekitar lingkungannya,” ujarnya.
Senada diutarakan dosen dari Universitas Mulawarman (Unmul), Purwadi. Jika banyak perusahaan ilegal, maka wilayah Kukar atau Kaltim hanya akan mencuci piring. Artinya akan terjadi kerusakan alam seperti banjir, hingga kekurangan air bersih.
“Jangan sampai masyarakat Kukar di Kaltim hanya kebagian cuci piring. Maksudnya seperti banjir, hutan gundul, air besih susah, lingkungan yang rusak, perguruan tinggi tidak maju-maju,” ungkapnya.
Ia juga mempertanyakan alokasi dana CSR kepada perguruan tingg di Pulau Jawa. Kenapa tidak dialokasikan ke perguruan tinggi di Kaltim.
“Memangnya disini tidak ada yang layak, akhirnya perguruan tinggi tidak maju-maju. Dan persoalan ini sudah terjadi bertahun-tahun lalu,” pungkasnya. (bgs/R1)