Samarinda, reviewsatu.com – Komisi I DPRD Kaltim menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ) dan warga Marangkayu, Kukar.
RDP ini guna memediasi sengketa ganti rugi tanam tumbuh antara warga Desa Sebuntal, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara dengan PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ).
“Sengketa ganti rugi tanam tumbuh ini sudah berlangsung sejak tahun 2008. Pihak ahli waris yang diwakili oleh Akbar mengklaim memiliki 22 surat tanah dengan luas sekitar 44 hektar yang belum pernah dibayar tanam tumbuhnya oleh PT MSJ,” papar Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu di Samarinda, Kamis (23/11/2023).
Disampaikannya, pihak PT MSJ menolak membayar ganti rugi tanam tumbuh dengan alasan tidak ada tanam tumbuh di lahan tersebut. Lanjutnya, pihak perusahaan mengacu pada hasil pembentukan tim oleh pemerintah kabupaten yang menyatakan bahwa lahan tersebut tidak ada tanam tumbuh.
“Untuk menyelesaikan sengketa ini, Komisi I DPRD Kaltim mengusulkan jalan tengah dengan menggunakan citra satelit berbayar yang dikelola oleh Balai Pemantauan dan Konservasi Hutan (BPKH) dan Pemetaan Kawasan Hutan,” ujar Baharuddin.
Dikemukakannya, citra satelit ini akan menunjukkan apakah lahan yang dipersengketakan itu ada tanam tumbuhnya atau tidak pada tahun 2008. Ia menjelaskan bahwa Komisi I akan berkoordinasi dengan Balai Pemantauan Kehutanan dan Pemetaan Kawasan Hutan untuk membuat jadwal pengecekan di lapangan. Kedua belah pihak juga akan dipanggil untuk menyaksikan hasil pengecekan tersebut.
Baharuddin menambahkan bahwa sengketa ini hanya terjadi di Desa Sebuntal, bukan di dua desa lain yang juga berbatasan dengan PT MSJ. Ia berharap sengketa ini bisa segera diselesaikan dengan baik agar tidak menimbulkan konflik yang lebih besar.
“Apapun hasilnya, kedua belah pihak harus menerima. Ini sudah menjadi kesepakatan bersama. Kami berharap sengketa ini bisa segera diselesaikan dengan baik,” tutur Baharuddin yang juga legislator daerah pemilihan Kutai Kartanegara.
Baharuddin yang juga politisi Partai Amanat Nasional (PAN) mengatakan bahwa komisi yang dipimpinnya kerap menengahi sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan yang terjadi di daerah ini.
Menurutnya, sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan sering kali terjadi karena adanya ketidakjelasan status lahan, perbedaan persepsi, atau kesalahan administrasi. Hal ini dapat menimbulkan konflik sosial yang berpotensi mengganggu ketertiban dan keamanan.
“Kami mengimbau agar masyarakat dan perusahaan dapat saling menghargai dan bekerja sama dalam pengelolaan lahan. Jangan sampai ada pihak yang merasa dirugikan atau diintimidasi oleh pihak lain,” tandas Baharuddin. (advdprdkaltim/arf/boy)