Tak Perlu Food Estate, Pangan Kaltim Sudah Berdaulat, Benarkah?

padi food estate
Salah satu lahan sawah di PPU. (net)

Samarinda, reviewsatu.com – Program food estate kini kembali mengemuka. Sayang untuk merealisasikan ternyata bukan perkara mudah.

Kepala Dinas Kepala Dinas Pangan, Tanam Pangan dan Holtikultura Kaltim Siti Farisyah Yana membebernya secara gamblang. Salah satunya karena lahan tanam di Kaltim lebih banyak bersifat eksisting dengan luasan hampir 15.000 hektare. Lahan tanam itu hanya bisa ditumbuhi tanaman jenis palawija. Kontur dan kondisi tanah di Kaltim pun berbeda dengan di Jawa. Artinya tingkat kesuburan untuk komoditas tertentu pun tidak sama.

Belum lagi sebagian lahan di Kaltim terancam oleh lahan bekas tambang. Kalau pun ingin menyediakan lahan baru tidak mudah. Sebab, sebagian besar lahan ada yang milik swasta, ada pula yang berstatus milik kehutanan. Alhasil, yang bisa dilakukan adalah melakukan korporasi bersama petani setempat. Solusinya, pemerintah lebih memilih bekerjasama dengan petani mengembangkan pertanian mereka secara mandiri. Namanya programnya adalah korporasi petani.

Baca Juga  14 Pejabat Tinggi Pratama Kaltim Dilantik, Kadis ESDM Diganti Mantan Kadis Peternakan

Selain itu mengembangkan food estate pun cara kerjanya harus terstruktur. Tidak hanya menjadi tanggung jawab dinas yang ia pimpin. Stakeholder terkait juga harus terlibat. Ada dinas perkebunan yang bisa membantu mencarikan potensi hasil kebun untuk ketahanan pangan. Kemudian dinas peternakan yang berperan menyediakan pangan dari hasil ternak. Dan lainnya.

Sehingga semuanya harus terpadu. Lagi pula perencanaan untuk pemetaan food estate atau kawasan pangan pun belum ada. Tapi kalau untuk peruntukan ada. “Misalkan untuk perkebunan, apa-apa saja yang akan ditanam, itu ada di masing-masing OPD,” sebut Yana.

Disamping itu Kaltim sendiri belum ada spesifikasi komoditas tertentu yang dipersiapkan untuk menjadi andalan ketahanan pangan. Kata perempuan ini, itu karena Kaltim tidak punya lahan tanam untuk holtikultura.

Pemerintah hanya mengembangkan lahan tanam mandiri yang sudah dikelola oleh petani. Alih-alih ingin buka lahan, pemprov lebih fokus menaikan indeks pertanaman petani hingga tiga kali lipat. Semisal, ada lahan tanam seluas 30.000 ha, maka dinaikan masa tanam atau panen menjadi tiga kali lipat. Sehingga setara seluas 90.000 ha. Sederhananya cara itu dilakukan karena Kaltim tidak punya lahan tanam yang representatif.

Baca Juga  Perayaan HUT Ke-65 Provinsi Kaltim Digelar Sederhana

Lalu, bagaimana memenuhi kebutuhan pangan khusus IKN? Yana realistis. Kewenangan terkait IKN bukan tanggung jawab Pemprov Kaltim. Tapi pemprov tetap berkewajiban mencarikan solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan itu.

Lagi pula Kaltim lanjutnya sudah berdaulat pangan. Argumentasinya karena belum ada krisis pangan yang terjadi di Bumi Etam.

“Contoh lah Singapura. Mereka tidak punya lahan tanam tapi kebutuhan pangan rakyatnya selalu terpenuhi kan. Disitu pengertiannya kedaulatan pangan. Jadi kita ini sebenarnya sudah berdaulat untuk pangan,” tutup Yana dengan yakin. (red)