Pelaku Pencabulan Anak di Bawah Umur Akhirnya Ditangkap Kejari Samarinda

Samarinda, reviewsatu.com – Alexander Agustinus Rottie (52), terpidana kasus pencabulan anak di bawah umur, tak berkutik. Buronan Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda ini sempat masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Ia berhasil ditangkap melalui operasi gabungan yang dilakukan Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui Tim Satgas Intelijen Reformasi dan Inovasi (SIRI), bekerja sama dengan Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara dan Kejaksaan Negeri Samarinda.

Ia telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung RI melalui Putusan Kasasi Nomor 2121 K/PID.SUS/2017.

Alexander terbukti melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur, dengan cara membujuk korban melalui tipu muslihat dan kebohongan yang terjadi pada 2016.

Kepala Kejari Samarinda, Firmansyah Subhan, mengatakan penangkapan itu pun dilakukan pada Selasa, 10 Juni 2025, sekitar pukul 12.05 Wita di Rumah Makan Coto Maros Teling, Manado.

“Ya, Berdasarkan surat permintaan yang diterbitkan tersebut, Tim Satgas SIRI Kejaksaan Agung RI, Tim Intelijen Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, dan Kejaksaan Negeri Samarinda berhasil menangkap terpidana di Rumah Makan Coto Maros Teling, Manado, pada 10 Juni 2025 sekira pukul 12.00 Wita,” ungkapnya, melalui siaran pers yang diterima media ini, Jumat 13 Juni 2025.

Baca Juga  Hasil Sorotan Pansus LKPj Gubernur 2022: Kemiskinan Naik, Ekonomi Di Bawah Nasional

Selama menjadi buronan, Alexander diketahui berpindah-pindah lokasi demi menghindari kejaran aparat.

Meski demikian, keberadaannya akhirnya terendus dan ia diamankan dalam kondisi kooperatif tanpa perlawanan.

“Ia diketahui sempat tinggal di Berau, Manokwari, Surabaya, dan Minahasa Utara, bahkan mengganti identitas dengan membuat KTP baru,” jelasnya.

Dijelaskan Firmansyah, Alex menjadi buron sesaat setelah kasasi terbit. Kasus yang terjadi pada Februari 2016 silam itu membuat Alex menghilang saat hendak dieksekusi jaksa. Kasus itu pun bergulir ke Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.

“Saat hendak dieksekusi pada 2018, terpidana hilang sampai akhirnya Kejari Samarinda menetapkannya masuk DPO (daftar pencarian orang),” sambung Firman.

Terpidana Alexander yang melanggar Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak itu harus menjalani hukuman penjara selama lima tahun.

Sesuai amar putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) dengan hukuman pidana selama 5 tahun, denda Rp 60 juta dan subsider 1 bulan.

“Selain Ia dijatuhi hukuman pidana selama 5 tahun dengan dikurangi masa penahanan saat penangkapan yang telah dijalaninya, Dia pun didenda Rp 60 Juta dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan,” bebernya.

Baca Juga  Anggaran Cuma Tertunda, Muara Rapak Tidak Dilupakan

Eksekusi terhadap Alexander dilaksanakan pada Rabu, 11 Juni 2025 oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Samarinda di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas I Samarinda.
Firman pun membenarkan, Saat ditanyai pasal pekerjaan terpidana Alex apakah sebagai pendeta atau bukan.

“Ya, benar, Saat kami ditangkap pun profesinya itu,” terangnya. Setelah ditangkap, Dia sekarang harus menjalani hukuman di Rutan Klas IIA Sempaja,” papar Firman.

Alex sempat membantah bahwa dirinya dianggap bersalah dan kabur berpindah tempat selama ini. Menurutnya, Dia merasa tidak bersalah, dan tidak terbukti atas kasus itu di kasasi MA.

“Saya tidak bersalah. Di pengadilan terbukti bebas. Saya tidak pernah tahu ada putusan itu,” imbuh Alex.

Kejari pun menggiatkan program Tangkap Buronan (Tabur) sebagai bentuk komitmen terhadap kepastian hukum dan sinergi antar unit intelijen Kejaksaan dalam memberantas kejahatan dan menegakkan keadilan.