Samarinda, reviewsatu.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda merilis data 23 kasus yang sudah ditangani sepanjang 2022. Hal itu disampaikan oleh Direktur LBH Samarinda Fathul Huda Wiyashadi.
Kegiatan konferensi pers berlangsung di Klinik Kopi, Jalan Harmonika, Jumat (6/1/2022) siang.
“Catatan akhir tahun ini merupakan catatan akhir tahun pertama yang dilakukan oleh LBH Samarinda,” terang Fathul.
Mengenakan batik hitam corak bunga, Fathul memaparkan data-data dari kasus yang diterima. Sebanyak 23 kasus sudah ditangani dengan 3.018 orang yang menerima manfaat kehadiran LBH Samarinda. Dari 23 kasus tersebut, 14 berstatus didampingi dan sembilan hanya tahap konsultasi. 10, dari 14 kasus tersebut sudah sampai ke tingkat pengadilan.
LBH Samarinda juga menangani kasus yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, dimana lima di antaranya sudah sampai ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Kemudian ada pula kasus mengenai keterbukaan informasi publik (KIP) dan kasus di Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan uji formil Undang-Undang IKN.
Adapun domisili pencari keadilan didominasi dari Samarinda, dimana terbanyak adalah melibatkan perempuan sebanyak 12 kasus. Status pekerjaan terbanyak adalah karyawan swasta dan tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA/sederajat.
Selain itu, LBH Samarinda juga menyoroti isu pertambangan ilegal. Menurut Fathul, masih banyak lubang tambang yang tidak pernah di reklamasi pemerintah. Termasuk kasus Ismail Bolong yang sempat membuat heboh publik beberapa waktu lalu.
Isu lain yang disorot adalah pembebasan lahan untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Katanya, harga pembebasan lahan hanya Rp 75 juta, sudah termasuk tanah dan bangunan. Angka segini baginya tidak sebanding dengan apa yang akan dibangun oleh pemerintah.
“Pemerintah hanya memikirkan investasi dibanding ruang hidup dan daya kelola masyarakat,” ucapnya di hadapan peserta diskusi.
Fathul menambahkan kasus serupa bisa terulang pada 2023 ini. Terlebih saat ini memasuki tahun politik, dimana akan ada banyak kepentingan.
“Masyarakat akan ditindas hak nya oleh penguasa. Kita sebagai warga negara wajib untuk melawan. Dan yang bisa melawan hanya gerakan rakyat yang besar,” pungkasnya. (dey/boy)