Samarinda, reviewsatu.com – Ketua BPDHimpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kaltim Bakrie Hadi komplain. Ia mengeluh kontrak lelang proyek nilainya terlampau jauh dari usulan. Untung tidak, apes iya.
Ia berkaca pada pengalamannya menangani proyek fisik milik pemerintah. Nilainya di atas Rp 1 miliar. Kala itu ia ikut tender. Dan demi memenangkan lelang proyek, ia terpaksa menurunkan harga tawar kepada pemerintah, di luar pagu yang sudah diusulkan. Turunnya bisa sampai 20 persen dari usulan pagu anggaran. Bahkan ada yang turunnya sampai 40 persen cuma demi memenangkan lelang.
“Ada proyek dengan pagu Rp 40 miliar, itu bisa turun sampai Rp 7 miliar. Terus baru-baru ini di Disdik Kaltim, sudah turun sampai 17 persen cuma dapat peringkat 24,” katanya baru-baru ini.
Contoh lain pada proyek pengaspalan jalan. Bakrie menyebut harga pasaran untuk aspal jalan adalah Rp 1,9 sampai Rp 2 juta per meter luar. Harga itu bahkan sempat diturunkan sampai Rp 1,6 juta. Pengusaha pun terpaksa mencari talangan demi menutupi selisih harga tadi. Contoh lain pada proyek semenisasi jalan lingkungan dengan Rigid K20. Harga pasarnya adalah Rp 1,4 juta. Kalau kontraktor ingin untung tentu harus mengambil nilai di atas harga tersebut.
“Tapi ditawar cuma Rp 1 juta, kan berarti nombok Rp 400 ribu,” ketusnya.
Persoalannya ada pada proses lelang di LPSE. Dimana harga terendah menjadi patokan agar bisa menang tender. Baginya dalam bisnis, tawar menawar itu lumrah. Namun terlampau jauh juga tidak sehat. Bakrie justru sarankan pemerintah daerah belajar dari pengadaan proyek lewat APBN.
Ia pernah menurunkan harga tawar sampai enam persen. Masih bisa menjadi pemenang. Bahkan masuk ranking 4 dalam daftar. Beberapa kontraktor lain mencoba menawar dengan menurunkan harga bahkan sampai 10 persen. Sudah maksimal. Itu pun sudah masuk dalam ranking.
“Ini kok berbeda dengan di daerah, turunnya lebih banyak,” singgung Bakrie.
Buruknya kontraktor terpaksa menurunakn spesifikasi produk demi menekan cost. “Akhirnya berimbas juga kan sama kualitas pekerjaan kalau keuntungannya tipis.”
Mantan aktivis kampus ini pun berharap Pemprov Kaltim bisa mengambil sikap, khususnya bidang LPSE. Yakni jangan asal terima usulan terendah. Jika penurunannya di atas 20 persen baginya sudah tidak rasional.
“Di sisi lain para pengusaha jangan juga main banting-bantingan, kalau sepakat mainnya di bawah 20 persen, nanti dilihat di analisis pekerjaan, schedule dan lain-lain,” tutupnya. (boy)