Samarinda, reviewsatu.com – Revisi UU Migas dianggap urgen dalam pengelolaan industri minyak dan gas di nusantara karena memberikan kepastian investasi. Penegasan itu disampaikan Dosen Universitas Pertamina A Rinto Pudyantoro.
Saat ini revisi UU Migas tidak masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas). Pembahasannya dikalahkan oleh rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT). Menurut Rinto, dalam berbisnis investor butuh kepastian legalitas si penjual. Adanya kepastian legalitas penjual itu membuat investor yakin untuk menanamkan modal.
Ia menekankan dalam berbisnis ada dua hal penting. Pertama, aktor atau pemain dan kedua, cara bermain atau berbisnis. Kalau tidak ada aturan, semua pebisnis akan berbisnis seenaknya. UU Migas yang saat ini sedang direvisi mengatur dua hal itu. Sayangnya dari sisi pemerintah tidak ada pemain yang jelas. Pelaku bisnis dalam industri migas dibebankan pada SKK Migas. Persoalannya menurut Rinto, SKK migas hanyalah satuan kerja sementara bentukan pemerintah juga.
Asbabun nuzulnya bermula saat Badan Pengelola (BP) Migas dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap inkonstitusi. Alhasil, pemerintah pun membuat satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Pembentukannya diatur melalui Perpres 9/2013. Lembaga ini merupakan pengganti BP Migas. Tapi sifatnya cuma sementara.
“Jadi satker sementara sampai menunggu UU Migas yang baru,” katanya beberapa waktu lalu.
Di revisi UU migas itu ditentukan siapa pemain pasti dalam bisnis tersebut. Tidak ada pemain yang sifatnya abu-abu. Analoginya kata Rinto, tidak ada orang yang mau berbisnis dengan pihak yang tidak jelas keberadannya.
Apalagi dalam bisnis multinasional yang melibatkan negara. Berbisnis dengan pihak yang pasti itu justru penting. Lewat revisi ini SKK migas jadi punya kewenangan lebih layaknya BUMN. Yang bisa bertransaksi atau bekerjasama secara mandiri. Kewenangan SKK migas pun menurut Rinto tidak lagi dibatasi.
“Orang mau ber-partnership dengan kita jadi yakin karena ada kepastian pihak di situ,” imbuh pria yang juga Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas ini.
Karena itu ia pun berharap revisi UU Migas seharusnya didahulukan. Mengingat harga migas internasional selalu fluktuatif.
“Jadi di revisi UU migas ini sebenarnya mendorong kepastian investasi,” akhir Rinto. (cyn)