IKN, reviewsatu.com – Di tengah gemerlapnya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, ada cerita tentang para kuli proyek atau dalam bahasa gaul disebut disebut “Kuproy”, yang tak banyak diketahui orang.
KO (35), seorang kuproy asal Pemalang, Jawa Tengah, adalah salah satu dari puluhan ribu pekerja yang terlibat dalam pembangunan megaproyek ini.
Sejak April 2024, KO bekerja di bagian pembesian, khususnya dalam membuat gorong-gorong di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN.
Hari-hari KO di proyek dimulai pada pukul 08.00 Wita dan biasanya berakhir pada pukul 16.00 Wita.
Namun, jam kerja normal itu sering kali berubah menjadi lembur hingga pukul 22.00 Wita.
Diketahui, pembangunan IKN sedang dikebut oleh Pemerintahan Joko Widodo, terutama dalam rangka persiapan menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Republik Indonesia.
Akibatnya, KO dan rekan-rekan kuproy-nya sering kali harus bekerja tanpa henti selama tujuh hari dalam seminggu.
“Kalau lembur terus, bisa 2 juta per dua minggu, tapi kalau tidak, paling hanya satu juta. Itu pun belum tentu, kadang-kadang bisa sampai 24 atau 26 hari baru gajian,” cerita KO saat ditemui awak Nomorsatukaltim di lokasi proyek IKN.
Menurut KO, para pekerja konstruksi di IKN dibayar setiap dua minggu sekali, dengan gaji sebelum dipotong sekitar Rp 1,3 juta per dua minggu.
Namun, setelah dipotong untuk uang makan dan ditambah dengan uang lembur, ia bisa membawa pulang sekitar Rp 2 juta.
Sulit Air Bersih
KO mengakui bahwa meskipun penghasilan di Kalimantan relatif lebih tinggi dibandingkan saat ia bekerja di Jakarta atau Jawa, tantangan yang dihadapinya juga tidak sedikit.
Salah satu tantangan utama adalah akses terhadap air bersih.
“Sudah lima bulan saya di sini, kadang-kadang hanya bisa mandi tiga kali dalam seminggu. Airnya sering macet,” ungkapnya sembari memegang helm konstruksi.
Tempat tinggal sementara para pekerja ini disediakan oleh Otorita IKN di Hunian Pekerja Konstruksi (HPK) yang terletak sekitar tiga kilometer dari Sumbu Kebangsaan.
Di HPK ini, terdapat 22 tower dengan masing-masing tower terdiri dari empat lantai yang memiliki 21 kamar.
Setiap kamar diisi oleh lima hingga enam tempat tidur bertingkat yang memuat hingga 12 orang pekerja.
Fasilitas di kamar-kamar ini cukup minim; tempat tidur adalah satu-satunya furnitur yang tersedia, dengan dua jendela di dinding dan dua kipas angin yang berputar untuk sirkulasi udara.
Di setiap lantai HPK, terdapat dua ruangan toilet, namun pekerja dilarang mencuci pakaian atau alat makan di toilet tersebut.
Oleh karena itu, mereka biasanya menggunakan jasa cuci baju yang ada di kantin HPK.
Kesulitan mendapatkan air bersih di HPK menjadi salah satu kendala besar bagi para kuproy.
“Kalau tidak ada air ya enggak bisa mandi,” keluh KO, sambil mengingat betapa sulitnya menjaga kebersihan diri di tengah jadwal kerja yang padat.
Merasa Beruntung Kerja di IKN
Meski begitu, di tengah segala kesulitan yang dihadapi, KO merasa beruntung bisa bekerja di proyek IKN.
Penghasilan yang didapatkannya membantu memenuhi kebutuhan keluarganya di kampung halaman.
Ia berharap kontraknya yang akan berakhir pada bulan September dapat diperpanjang, agar ia bisa terus bekerja dan menabung untuk masa depan keluarganya.
“Kembali lagi ke kampung setelah kontrak sampai September nanti. Saya sih berharap kontrak akan diperpanjang, di betah-bertahin saja soalnya sudah punya keluarga,” ujarnya dengan penuh harap.
Di tengah hiruk-pikuk pembangunan dan tantangan yang dihadapi, kebersamaan dengan rekan-rekan kerja menjadi pelipur lara bagi KO.
Kehangatan dan solidaritas antar pekerja menjadi kekuatan yang membuatnya tetap semangat menjalani hari-hari panjang di proyek yang akan menjadi ibu kota baru Indonesia ini.