Samarinda, reviewsatu.com – Stres pada pekerja milenial tidak bisa dihindari. Yang terpenting adalah bagaimana cara untuk mengatasinya.
Penelitian dari Fakultas Psikologi UIN Sunan Kalijaga tahun 2021 pernah membahas mengenai stres dan burnout dalam bekerja. Burnout sendiri merupakan akumulasi dari stres yang berkepanjangan di tempat bekerja. Penelitan itu mengambil subjek 91 orang dengan masa kerja minimal satu tahun.
Hasilnya: 62,6 persen merasakan stres kerja yang tinggi, 31,9 persen merasakan stres kerja sedang, dan 5,5 pesen stres kerja ringan. Adapun untuk kategori burnout yaitu 52,7 persen alami burnout tinggi, 37,4 persen burnout sedang dan 9,9 persen burnout rendah.
Psikolog Klinis Samarinda Wahyu Nhira Utami mengatakan stres dan burnout tidak bisa disamakan. Stres bisa terjadi pada siapa pun. Termasuk balita.
“Sementara burnout adalah stres berkepanjangan karena bekerja,” tuturnya.
Gejalanya seperti merasa lelah yang berkepanjangan, bangun tidur masih merasa capek, selalu dihinggapi perasaan negatif, lalu hasrat untuk mengembangkan diri di pekerjaan sangat minim. Jika terjadi sampai dua minggu, maka siap-siap saja alami burnout.
Nah, khusus kasus yang terjadi pada generasi milenial penyebabnya bisa beragam. Misalnya pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan passion atau minat bakat mereka. Ekspektasi yang diharapkan para anak muda tidak sesuai dengan kenyataan. Ditambah lagi ada rekan kerja yang toxic. Bahkan mereka tidak memiliki waktu luang untuk bersantai.
“Sabtu-Minggu masih kerja, jadi mereka enggak temukan hasrat.”
Dari situlah kemudian muncul istilah quite quitting. Atau keluar diam-diam. Dimana para pekerja milenial ini berupaya mencari kenyamanan dengan tidak mau mengambil beban kerja yang di luar penghasilan mereka. Tapi, bagi Nira fenomena ini bisa juga menjadi racun. Pasalnya, tidak sedikit pula pekerja memilih keluar dari jam kerja cuma untuk menghibur diri. Kalau sudah begini jalan terbaik adalah refleksi diri.
“Ada enggak sih rasa bersalah? Kalau dalam bekerja tidak puas maka apa yang hendak dicapai. Kalau ingin mencari duit, ya suka tidak suka harus dilakukan,” tegas perempuan berjilbab ini.
Meski begitu ia tetap menyarankan kepada para pekerja milenial, terutama yang merasakan burnout, untuk berkonsultasi kepada psikolog. Tujuannya agar bisa menemukan keseimbangan dan mampu beradaptasi dengan realitas yang terjadi. Apalagi jika stres dan kejenuhan itu sudah dirasakan berkepanjangan.
“Mereka memang punya tuntutan, di umur segini harus punya uang ratusan dan puluhan juta, harus punya materi yang melimpah. Padahal enggak selalu seperti itu. Lebih baik konsultasi ke profesional supaya tidak terjebak dalam kondisi demikian,” tutup Nhira. (boy)