Samarinda, reviewsatu.com – Seleksi komisioner KPU kabupaten/kota di Kalimantan Timur (Kaltim) menuai sorotan. Sejumlah kandidat incumbent yang lolos tahapan selanjutnya, disebut pernah melakukan pelanggaran kode etik dan sudah disidang Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilu (DKPP).
Hal itu merupakan temuan dari kelompok kerja (Pokja) 30. Dimana beberapa peserta yang lolos seleksi tertulis dan psikologi, terbukti melanggar kode etik pemilu.
Koordinator Pokja 30 Kaltim Buyung Marajo menerangkan, kepatuhan terhadap kode etik menjadi landasan utama menyelenggarakan pemilu bersih dan transparan.
“Pelanggaran terhadap kode etik adalah tindakan serius yang dapat merusak demokrasi yang seharusnya bersih, jujur dan adil,” tegas Buyung.
Ia juga menambahkan harus ada upaya tegas yang diambil Tim seleksi (timsel), dimana pelanggaran kode etik tidak dapat ditoleransi. Baik dalam proses seleksi penyelenggara pemilu maupun proses pemilihan umum. Jika diloloskan, hal ini akan berpengaruh terhadap kredibiltas timsel itu sendiri.
“Jangan sampai masyarakat juga turut tidak percaya bahkan bisa manyampaikan mosi tidak percaya kepada hasil kerja dan hasil seleksi karena Timsel secara gamblang meloloskan sejumlah peserta yang cacat secara etik,” tambahnya.
Proses seleksi yang cermat dan adil bagi Buyung sangat penting untuk menjaga nama baik KPU sebagai penyelenggara pemilu nantinya. Mengabaikan adanya kandidat yang melanggar kode etik justru akan merusak integritas dan kepercayaan masyarakat. Sebab, KPU punya peran penting memastikan proses pemilu yang bersih dan adil.
“Kami menyerukan seluruh elemen masyarakat turut aktif mengawasi dan menolak hasil seleksi apabila timsel memilih meloloskan orang-orang yang telah terbukti melakukan pelanggaran. Memberikan dukungan pada calon yang bermasalah hanya akan membahayakan proses demokratis yang seharusnya berjalan secara adil dan transparan.”
Buyung juga menambahkan dengan mengawasi dan menolak hasil seleksi jika terdapat indikasi pelanggaran kode etik, adalah cara agar lembaga demikian menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh.
Adapun peserta seleksi yang mendapat teguran dari DKPP adalah sebagai berikut:
1. Sanksi Peringatan kepada Muhammad Rahman sebagai Ketua merangkap Anggota Bawaslu, serta Yulia Parlina sebagai Anggota Bawaslu Kukar akibat pelanggaran kode etik pemilu berdasarkan Putusan DKPP RI nomor 127-128-PKE-DKPP/X/2020
2. Sanksi Peringatan Keras dan Pemberhentian Jabatan bagi Erlyando Saputra, Ketua KPU Kukar yang dijatuhkan sebagai akibat pelanggaran kode etik pemilu berdasarkan Putusan DKPP RI nomor 196-PKE-DKPP/XII/2020
3. Peringatan Keras kepada Purnomo dan Muchammad Amin selaku Anggota KPU Kukar akibat pelanggaran kode etik pemilu berdasarkan Putusan DKPP RI nomor 196-PKE-DKPP/XII/2020
4. Sanksi Peringatan bagi Risma Dewi, yang menjabat sebagai Ketua merangkap Anggota Bawaslu Kutai Barat akibat pelanggaran kode etik pemilu berdasarkan Putusan DKPP RI nomor 6-PKE-DKPP/I/2021
5. Sanksi Peringatan juga diberikan kepada Farida Asmauanna sebagai Anggota Bawaslu Kota Balikpapan akibat pelanggaran kode etik pemilu berdasarkan Putusan DKPP RI nomor 17-PKE-DKPP/I/2019
Ini Kata Timsel: Masa Tanggapan Ditutup 5 Januari
Sementara itu Ketua Timsel Komisioner KPU kabupaten/kota Zona 2 Hatta Fakhrurrozi mengatakan akan mengevaluasi peserta incumbent yang mendapat sanksi dari DKPP (Dewan Kehormatan Pengawasan Pemilu).
“Informasi dari Pokja akan jadi pertimbangan selama itu dimasukan dalam tanggapan masyarakat. Nanti dimasukkan di pleno dan saat wawancara,” kata Hatta dikonformasi melalui seluler, Sabtu 6 Januari 2024.
Hatta menjelaskan kalau timsel sudah melakukan pekerjaannya sesuai prosedur dan tahapan. Yakni seleksi berkas dan administrasi. Setelah itu mulai masuk masa sanggahan atau tanggapan dari masyarakat.
Nah, di momentum ini, timsel menunggu laporan dari masyarakat terkait track record para peserta. Tapi itu pun harus mengikuti prosedur. Dimana masyarakat yang merasa keberatan harus menyampaikannya secara resmi.
“Bisa kirim email nanti akan kami periksa. Kami periksa berkas-berkas itu dan akan jadi pertimbangan di tahapan selanjutnya,” bebernya.
Lalu, apakah dirinya sudah menerima laporan dari Pokja 30? “Saya belum cek,” jawabnya.
Memang ia mengaku menerima keluhan dari masyarakat. Tapi keberatan itu disampaikan justru jauh hari sebelum masa tanggapan dimulai. Masa tanggapan masyarakat pun resmi ditutup Jumat 5 Januari 2024 kemarin.
“Kalau tanggapan itu ada pengirim, siapa yang kirim, nama jelas, secara proseduralnya begitu. Kalau Cuma kirim link begitu tidak bisa kami anggap sebagai tanggapan masyarakat.”
Hatta pun menjelaskan prosedur yang dilakukan timsel jika sudah menerima tanggapan dari Masyarakat, antara lain misalnya jika peserta dinyatakan lolos secara administrasi, namun ternyata ada bukti pernah melakukan tindak pidana, timsel akan langsung mewawancara yang bersangkutan. Di tahapan wawancara.
“Nanti kami tanyakan, apakah itu betul. Kalau misalnya betul,berarti tidak lanjut (tidak diloloskan,Red). Nanti keputusannya itu di wawancara,” urainya. Termasuk dengan temuan dari Pokja 30 tersebut. Akan ditindaklanjuti saat tes wawancara yang berlangsung pada Kamis 9 Januari 2024 sampai Sabtu 11 Januari 2024. Finalnya, timsel akan menyerahkan 10 nama ke KPU RI.
“Setelah itu selesai sudah tugas kami,” tutup Hatta. (*)
Reporter: Baharunsyah
Sumber: Nomorsatukaltim.disway.id