Samarinda, reviewsatu.com – Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kalimantan Timur (Kaltim) memaparkan catatan akhir tahun pemerintah. Hasilnya banyak hal yang perlu dikritisi sepanjang 2022.
KMS sendiri terdiri dari delapan lembaga. Terdiri dari POKJA 30, Perkumpulan Nurani Perempuan, Aliansi Masyarakat Nusantara, Fraksi Rakyat Kutim, AJI Samarinda, LBH Samarinda dan JATAM. Acara berlangsung di Klinik Kopi, Jumat (30/12/2022) siang.
Masing-masing lembaga menyampaikan catatan akhir tahun mereka secara bergantian.
Diskusi catatan akhir tahun ini dibuka oleh Koordinator Pokja 30 Kaltim Buyung Marajo. Ia membahas mengenai belanja provinsi Kalimantan Timur anggaran 2022.
“Filosofi dan hakekat anggaran (APBN/APBD) yang diamanatkan oleh konstitusi yaitu anggaran digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” katanya.
Buyung membeber dari total belanja yang dikelola Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sebesar Rp 13,8 T terbagi menjadi empat kategori belanja. Yang pertama belanja birokrasi sekitar 94 persen, belanja kordinasi sekitar 3 persen, belanja peningkatan kapasitas sekitar 3 persen ,dan terakhir belanja sektoral yaitu belanja yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Namun setelah pengolahan data ternyata pada tahun anggaran 2022 belanja sektoral tidak ada.
Koalisi juga membahas mengenai IKN. Seperti yang disampaikan oleh Saiduani Nyuk, Ketua BPH Aman Kaltim
“Kami memberi judul masyarakat adat di kawasan ibu kota nusantara terancam punah oleh pembangunan ikn dan perluasan perizinan perusahaan perusak wilayah adat,” ujar Duan.
Ia membeber terdapat sembilan poin catatan penting Aman Kaltim. Pertama, pemerintah menetapkan Kaltim sebagai IKN secara sepihak di wilayah adat masyarakat adat. Kedua, tidak ada upaya dari pemerintah melakukan percepatan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Ketiga, Aman Kaltim mencatat hanya 7.770 Hektar wilayah adat yang diakui negara secara resmi dari total luas wilayah administratif Kalimantan Timur.
Keempat, masyarakat merasakan intimidasi oleh perusahaan yang diberi izin di wilayah masyarakat adat. Kelima, pemerintah provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten PPU dan Kukar abai terhadap peraturan menteri dalam negeri no. 52 tahun 2014 serta Perda Kaltim No. 1 2015. Keenam, pembangunan IKN di wilayah masyarakat adat penuh dengan paksaan dan intimidasi.
Ketujuh, di wilayah adat masyarakat adat di kawasan IKN dibagi-bagi oleh oknum pemerintah maupun oknum premanisme. Kedelapan, kriminalisasi dan intimidasi di kawasan adat IKN semakin meningkat. Kesembilan, pemerintah mengobral tanah-tanah yang ada di IKN kepada investor.
Sedangkan Dimanisator JATAM Kaltim Mareta Sari mengatakan ada lima poin yang ingin dia sampaikan. Pertama, selama 2022 terjadi peningkatan kasus tambang ilegal. Kedua, adalah tentang RTRW.
“Ketiga, semakin lama kita semakin dimangsa regulasi yang digunakan oleh pemerintah pusat. Keempat, Undang-Undang IKN yang direvisi bisa mengorbankan masyarakat Kalimantan Timur,” jelas Eta, sapaannya.
Kelima, selang 2023 yang muncul namanya skema tidak akan berbeda dengan 5 tahun lalu. Bahkan IKN akan dijadikan bahan kampanye pemilu.
Selain itu, diskusi kali ini diikuti oleh Yohanes Avun perwakilan nurani perempuan, pihaknya mengaku bahwa Fokus Program kerja pada beberapa kegiatan yaitu Pendampingan terhadap Kelompok Perempuan; Pengembangan ekonomi kreatif perempuan; Mendorong Percepatan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Kampung Long Isun; Mendampingi penyelesaian tata batas antara kampung Long Isun dengan Kampung-kampung yang berbatasan langsung; Mendampingi penyusunan document pengusulan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat kampung Datah Naha dan kampung Long Pahangai 1.
Kemudian dilanjutkan oleh Fraksi Rakyat Kutim 2020-2021yang menilik bahwa Pemerintah Kutai Timur lebih banyak belanja barang dan jasa dibandingkan belanja modal. Menemukan keganjilan ada dinas pemuda Olahraga dan dinas pariwisata.
Nofiyatul Chalimah, Ketua AJI Samarinda menyampaikan pada 2022 Kaltim memang mendapat rangking tertinggi indeks kemerdekaan pers (IKP) se-Indonesia 83,78 poin. Meski begitu, isu-isu intimidasi, tekanan, kekerasan, hingga kesejahteraan jurnalis juga belum tuntas. Ia pun menambahkan bahwa AJI Samarinda siap menampung laporan dari wartawan Samarinda. (Dey)