Samarinda, reviewsatu.com– Pelaku ekonomi kreatif (ekraf) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) harus mendaftarkan produknya melalui Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Pendaftaran produk, merek hingga brand tersebut dinilai penting untuk menghindari adanya plagiatisme dari oknum tidak bertanggungjawab. Selain itu keberadaan HKI dibutuhkan untuk melindungi ide kreatif para pelaku ekraf dan UMKM tersebut.
“Karena kalau tidak ada perlindungan, kreativitas mereka akan mendapatkan masalah di kemudian hari,” ucap Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian di sela seminar pengembangan kekayaan intelektual, Jumat (14/7/2023).
Hetifah menambahkan ekraf berbeda dengan ekonomi biasa. Dalam ekraf terdapat unsur kreativitas, intelektual, kebudayaan dan teknologi.
Kaltim pun bertekad menjadikan ekraf sbegaai tulang punggung ekonomi.
Politisi Golkar ini tambahkan regulasi mengenai pelaku ekraf tertuang dalam UU 24/2019 tentang Ekonomi Kreatif yang berhasil diperjuangkan Komisi X DPR RI. Bahkan di dalam UU tersebut, dikatakan pemerintah daerah dan pusat wajib memfasilitasi pelaku ekonomi kreatif. Aturan teknis pun sudah terbit melalui Peraturan Pemerintah (PP) 24/2022 tentang Ekraf.
“Salah satu amanat pemerintah dapat fasilitasi skema pembiayaan yang berbasis HAKI untuk ekraf. Menurut aturan itu boleh. Kalau pribadi ngajukan HAKI mungkin susah, makanya perlu sosialiasi ini,” tegas Hetifah.
Perempuan yang mengenakkan baju kuning ini menyebut untuk mendaftarkan HAKI tidak sulit karena berbasis digital. Yang menjadi tantangan saat ini adalah pelaku dan usaha ekraf ketika IKN sudah mulai beroperasi. Dikhawatirkan ide kreatif yang dibuat justru dengan mudah di plagiat lantaran tidak adanya perlindungan hukum.
“Karena itu HAKI ini penting agar masa depan industri ini berkelanjutan dan inovatif.
Kalau tidak dilindungi tidak ada insentif, capek capek buat tapi di copas,” imbuhnya.
Kepala Dinas Pariwisata Kaltim Ahmad Herwansyah menyebut sudah lakukan sosialiasi HKI kepada pelaku ekraf. Pendaftarannya pun mudah secara digital.
“Programnya di Kaltim ada. Kolaborasinya kami diminta membantu membuatkan pendaftaran dengam skenario mandiri Rp 1,5 jt. Kalau diberi rekomendasi dinas bisa jadi cuma Rp 250 ribu,” sebutnya.
Iwan, sapaannya membeber sejumlah sektor unggulan di Bumi Etam. Yakni kuliner, wastra dan kriya. Usaha itu yang perlu diberi perlindungan. Untuk tahun ini Dispar menargetkan ada sekitar 500 pelaku usaha yang diakomodasi berupa pendaftaran HKI.
“Cuma nanti dilihat duku duitnya ada tidak. Cukup daftar online saja ada nanti timnya yang mendampingi nanti dibantu. Kesalahan tempo hari soal biaya, karena tidak ada rekomendasi saya,” katanya.
Hak senada disampaikan Robinson Hasoloan Sinaga, Direktur Pengembanhan Kekayaan Intelektual Industri Kreatif.
“Ekonomi kreatif harus ada HKI nya,” tegas Robinson.
Alasannya kalau tidak ada HKI, produk pelaku ekraf bisa saja dicaplok dari daerah lain sewaktu-waktu. Di sinilah peran Dirjen. Memfasilitasi pelaku ekraf agar ide kreatif mereka tidak di plagiat.
Robinson tambahkan tahun depan Dirjen membuka sekitar 1.200 kuota untuk pendaftaran HKI se-Indonesia. Adapun prosedur untuk pendaftaran HKI produk bisa melalui laman www.dgip.go.id
“Saya harap pak kadis bisa duplikasi program ini di Kaltim. Untuk Kaltim belum (ada kuot,red) karena baru pembicaraan,” tutupnya. (boy)