Samarinda, reviewsatu.com – Tutupnya sejumlah toko buku perlu ditindaklanjuti secara serius. Pemerintah pun ambil sejumlah langkah agar roda ekonomi dari industri buku tidak mati.
Supriyatno, Kepala Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI menuturkan tutupnya toko buku karena faktor peralihan teknologi. Meski begitu ia haqul yakin. Eksistensi buku tidak akan punah.
“Karena berbeda, membaca buku cetak dan elektronik. Di berbagai negara maju membaca buku cetak justru tidak hilang,” tegas Supriyatno.
Guna merangsang agar tidak ada penerbit yang gulung tikar, Kemendikbud pun melakukan sejumlah kebijakan. Yang diatur dalam UU 3/2017 tentang Sistem Perbukuan. Di sebutkan dalam UU tersebut pemerintah di daerah juga bertanggung jawab mengalokasikan biaya khusus percetakan lokal.
“Untuk buku teks pelajaran menjadi tanggung jawab negara, menyediakan gratis kepada setiap siswa. Bisa dengan skema BOS, BOSDA, DAK dan lain-lain,” imbuhnya.
Selain itu untuk merangsang penerbitan buku tetap hidup, pemerintah juga lakukan pembinaan kepada penulis buku, editor hingga ilustrator. Dimana buku-buku karya mereka yang dianggap layak dan masuk kriteria, akan diupload oleh kementerian. Dari situ karya-karya mereka bisa dibeli oleh seluruh sekolah yang mengakses.
“Kami tempatkan (buku,red) cetak dan elektronik sejajar. Kami sudah antisipasi melalui UU ini. Kami sudah lakukan pengembangan pada buku elektronik,” tutup Supriyatno.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa toko buku fisik nasibnya di ujung tanduk. Kalah bersaing dengan keberadaan buku digital yang lebih mudah diakses.
“Tapi tetap saja ada beberapa orang yang masih butuh buku fisik. Ada kelebihannya terutama untuk daerah yang sulit dapatkan buku. Itu masih diupayakan selalu ada,” ujarnya.
Tutupnya sejumlah toko buku lanjutnya bisa jadi karena ekosistem perbukuan yang tidak saling mendukung. Mulai dari percetakan yang lesu, sampai tidak adanya gairah dari para penulis dan ilustrator. “Toko fisik berkurang tapi digital berkembang. Hanya peralihan metode, otomatis karena perubahan zaman,” tutup Hetifah. (boy)