Samarinda, reviewsatu.com – Perjalanan mudik menuju Kutai Barat-Mahulu menggunakan transportasi moda air ternyata masih diminati. Tak hanya mengangkut orang, bahkan muatan pun sama banyaknya.
Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Komandan Dermaga Mahakam Ulu Pabbenteng, terdapat tiga kapal yang berangkat Selasa (18/4/2023) hari ini. Yaitu KM Putra Mahakam Indah 1 dengan tujuan Samarinda – Melak mengangkut 121 penumpang, 21 kendaraan bermotor, dan lima ton barang. Kemudian untuk KM Dayak Lestari tujuan Samarinda – Long Bagun ditumpangi sebanyak 80 orang, sembilan motor dan 20 ton barang. Dan terakhir ada KM Barokah 03 tujuan Samarinda – Muara Pahu membawa 96 penumpang, delapan motor, dan tiga ton barang.
Menurut Pabbenteng, jumlah ini masih bisa bertambah ketika kapal tersebut singgah di Dermaga Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara. Ini lantaran kapal mahakam masih bersifat tradisional. Sehingga penumpang masih bisa bertambah di sepanjang perjalanan.
“Kadang bisa juga dikejar ketinting. Atau singgah di dermaga-dermaga kecil pinggir sungai kalau dipanggil orang. Kalau masih cukup ya mereka mampir,” ungkap Pabbenteng.
Bahkan berdasarkan informasi yang ia terima, seluruh tiket kapal sudah terjual habis hingga lebaran. Baik itu kapal Samarinda menuju Kutai Barat maupun sebaliknya. Ia pun menyarankan kepada para penumpang agar membeli tiket tiga hari sebelum keberangkatan.
Namun, penumpang dari hulu Sungai Mahakam menuju hilir lebih banyak dibandingkan hilir menuju hulu. Terlihat dari data yang kembali dibeberkan Pabbenteng. Dari dua kapal yang berangkat yaitu KM Putra Mahakam Indah 2 tujuan Melak -Samarinda, terdapat 163 penumpang dan 13 motor yang sampai di Samarinda. Per hari ini. Sebelumnya beberapa penumpang sudah turun di Dermaga Tenggarong Seberang. Sedangkan untuk Dahlia F3 belum merilis data penumpang.
“Kalau berdasarkan kabar dari teman, lebih banyak penumpang dari Hulu ke Samarinda daripada sebaliknya,” ungkap Pabbenteng.
Ia menyebut demi kenyamanan dan keamanan penumpang, dilakukan pemeriksaan kapal sebelum berangkat. Yaitu pelampung, APAR dan mesin pompa.
“Dicek pelampung, apar, mesin ada yg bocor nggak, jangan sampai besar bocor nya,” ungkapnya.
Yang menjadi perhatian adalah bagian bawah kapal. Jika terjadi kebocoran dengan lobang yang besar maka kapal tidak diperbolehkan untuk berangkat. Sedangkan untuk rembesan pada dinding kapal dianggap wajar karena kapal tersebut merupakan kapal kayu.
Pabbenteng menyebutkan kapal yang berangkat dari pukul 07.00 Wita ini memiliki kapasitas yang berbeda-beda. Untuk paling maksimalnya kapal memiliki Gross Tonnage (GT) seberat 150 ton.
Kapal yang sudah menjadi transportasi sejak 1960-an ini masih diminati karena harganya yang masih terjangkau dibandingkan moda mudik yang lain. Selain itu akses jalan pun turut menjadi pertimbangan.
Seperti yang dirasakan oleh Hermawati. Perempuan berusia 39 tahun ini memilih transportasi jalur sungai untuk kembali ke kampung halamannya di Melak, Kutai Barat meski harus menempuh waktu 19 jam di dalam kapal. Alasannya, karena mudik melalui akses darat dari Samarinda menuju Kutai Barat banyak yang rusak.
“Karena akses jalan darat banyak rusak,” ungkapnya. Perempuan kelahiran Melak ini mengaku sudah lima tahun tidak pulang kampung. Bersama suami dan dua anaknya, dia memilih naik kapal agar perjalanan terasa lebih lebih santai dan nyaman. (dey/boy)