TRC PPA: Sanksi Bagi Pelaku Pedofilia adalah Kebiri

Kapolsek Loa Kulu Loa Kulu IPTU Rachmat Andika Prasetyo bersama jajarannya berhasil meringkus RR pelaku pedofilia di salah satu sekolah kawasan Loa Kulu. (Ist)

Kukar, reviewsatu.com – Seorang pembina pramuka di salah satu sekolah di Kawasan Loa Kulu tega berbuat tidak senonoh kepada murid binaanya. Hal ini pun dibenarkan oleh Kapolsek Loa Kulu IPTU Rachmat Andika Prasetyo.

“Iya benar, Polsek Loa Kulu sudah melakukan penangkapan terhadap pelaku tersebut,” ungkapnya saat dikonfirmasi melalui seluler, Rabu (8/3/2023).

Berdasarkan data yang dihimpun Andika, kejadian ini bermula ketika sekolah dasar tersebut melakukan agenda perkemahan pada Minggu (5/3/2023). Malam itu RR mengajak kedua muridnya untuk mengobrol sambil berbaring di salah satu kelas tempat menginap para murid. Kemudian RR menyuruh kedua muridnya untuk tidur. Hal itu lalu dijadikannya kesempatan untuk meraba-raba bagian kemaluan muridnya tersebut dari luar pakaian yang dikenakan oleh mereka.

Murid yang pertama, RR meraba dari bahu sampai turun ke kemaluan. Ketika murid tersebut sadar, ia pun langsung menolak dengan menghempas tangan guru nya tersebut.
Tidak puas dengan aksinya, RR kembali meraba-raba bagian kemaluan murid kedua yang berbaring disebelah korban sebelumnya.

Aksi tersebut kemudian dilihat oleh pembina pramuka yang lain. Dan perbuatan RR langsung dilaporkan kepada orang tua korban. Orang tua korban pun tidak terima atas perlakuannya dan melaporkan RR ke Polsek Loa Kulu. Akhirnya pria yang masih berstatus mahasiswa inipun diringkus di kediamannya di Jalan Ulaq Nanga Desa Bakungan, Senin (6/3/2023).

“Bersangkutan kini sudah ditetapkan sebagai tersangka,” ucap Andika.

Usut punya usut, tersangka ternyata telah melakukan perbuatan cabul terhadap enam anak di bawah umur sebanyak enam beberapa tahun lalu. Motif yang dilakukan yaitu dengan cara membujuk rayu sang anak untuk bermain game. Kemudian tersangka memainkan dan menjilat kemaluan korban anak laki-laki tersebut.

“Bahwa tersangka mengakui mempunyai bentuk kelainan seksual (Pedofilia) dan sudah berlangsung selama tiga tahun,” tegas Kapolsek Loa Kulu tersebut.

Atas perbuatannya RR disangkakan pasal pasal 82 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 82 ayat (2) UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi Undang – undang. Dengan ancaman penjara di atas 15 tahun.

Rina Zainun, Kepala Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) pun angkat suara.
Dia pun meminta agar pelaku diberikan hukum semaksimal mungkin.

“Bisa dengan hukuman dikebiri. Dengan hukuman kebiri, para pelaku pedofilia tidak akan bisa lagi melakukan kekerasan seksual,” tegasnya.

Dia menyebutkan hukuman kebiri tersebut diterpakan agar dapat meminimalisasi kejahatan seksual terhadap anak. Selain itu, pelaku dapat dihukum dengan suntik kimia. Yaitu dengan menyuntikkan cairan kimia tertentu kepada tubuh dan alat kelamin pelaku pedofilia, maka libidonya akan mati. Sehingga orang tersebut tidak akan bernafsu lagi untuk melakukan kekerasan seksual terhadap anak.

“Kedua jenis hukuman ini pantas diterapkan di Indonesia untuk menyelamatkan anak-anak dari kejahatan dan kekerasan seksual,” ungkap Rina.

Dia khawatir, dengan hukuman hukuman yang diberlakukan masih seperti sekarang, maka ke depannya akan timbul kasus-kasus serupa. Rina menyebutkan bahwa pedofilia ini seperti penyakit menular. Dapat merambah kemana dan dimana saja. Bahkan Rina menyampaikan untuk tidak lagi memikirkan masalah HAM bagi pelaku. Karena pelaku sendiri sudah melanggar HAM anak-anak sehingga mereka menjadi korban. Apalagi, tutur Rina, ini bukan kejadian pertama bagi pelaku. Menurut data yang dia impun, tersangka sudah pernah melakukan hal yang sama di sekolah lain.

“Kalau bisa kepada semua sekolah memblack list tersangka karena sudah ada catatan kriminal yang sama,” ungkap Rina.

Rina meminta untuk semua pihak agar menjaga psikis keenam korban ini. Ia khawatir sebagian dari korban kekerasan tersebut akan berimbas setelah dewasa. Yang mengakibatkan trauma hingga menjadikan mereka pelaku yang sama.

Luka trauma dari para korban harus ditangani secara tuntas. Sebab berkaca dari pengakuan pelaku, ia juga pernah menjadi korban perbuatan asusila pada saat ia berusia lima tahun. Rina tidak ingin hal ini kemudian terulang lagi di masa depan Keenam korban saat ini sudah didampingi oleh UPT Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kutai Kartanegara. (dey/boy)