Samarinda, reviewsatu.com – Olahraga tradisional Belogo menjadi perhatian pada perhelatan Festival Harmoni Budaya Nusantara (FHBN) di Taman Budaya Kaltim. Olahraga ini sendiri diperlombakan di Festival Olahraga Rekreasi Nasional (Fornas) beberapa waktu lalu.
Terlihat sejumlah pelajar nampak antusias mencoba memainkan olahraga memukul logo menggunakan stik yang disebut campa tersebut. Sabri selaku Ketua Komunitas Penggiat Olahraga Tradisional Belogo Paser mengatakan bahwa olahraga inu sudah dua tahun terakhir dipertandingkan di Fornas. Artinya olahraga tradisional asal Kalimantan yang sempat redup ini sudah mulai bangkit dan perlu dibina serta dilestarikan.
“Alhamdulillah, Belogo ini sudah masuk skala Nasional karena sudah dilombakan di Fornas VI di Palembang dan VII di Jawa Barat (Jabar),” ujarnya di Taman Budaya, Jumat (21/7/2023).
Dalam kesempatan ini, Sabri juga menyampaikan pencapaian mereka sebagai perwakilan Kaltim yang mengikuti perlombaan Belogo di Fornas Jabar pada awal Juli lalu. Dari 27 Provinsi yang berpartisipasi, Kaltim mampu meraih medali perak dan perunggu. Sabri menuturkan pula bahwa Belogo merupakan olahraga tradisional yang dikembangkan di Paser. Bahkan permainan ini tidak hanya dimainkan di Paser tapi juga kabupaten/kota lainnya.
Pria yang pernah menerima penghargaan sebagai Pelestari Permainan Rakyat oleh Gubernur Kaltim ini menerangkan bentuk permainan Belogo hampir sama di semua wilayah. Namun ada perbedaan bentuk di beberapa daerah seperti di Banjar, Kalsel.
“Untuk Belogo di Paser, wajib terbuat dari tempurung kelapa. Supaya terlihat cantik, boleh dimodifikasi dengan dilapisi cat sesuai kreativitas,” ucapnya sambil menunjukkan contoh logo berwarna kuning dan biru bertuliskan Paser Kaltim.
Dengan mengikuti festival kali ini, Sabri berharap agar permainan yang mengandung nilai – nilai kejujuran, kerjasama, serta kerja keras khususnya generasi muda Kaltim.
Wisnu, salah satu pelajar yang mencoba memainkan Belogo mengungkapkan bahwa baru pertama kalinya ia melihat jenis olahraga tradisional seperti ini.
“Menurut saya unik, saya tidak pernah melihat permainan ini atau yang mirip dengan ini,” ujar siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Samarinda tersebut. Penyataanya kemudian disetujui oleh seorang teman sekelasnya, Udin.
Meskipun ia mengaku bahwa tangannya sakit saat pertama kali memukul campa, Wisnu tidak ragu untuk mencoba permainan ini berulang-ulang. (sal/boy)