Samarinda, reviewsatu.com – Jelang kemarau, sejumlah titik panas terpantau. Kondisi ini harus diwaspadai karena dapat menjadi awal dari kebakaran hutan dan lahan.
Hal ini disampaikan oleh Koordinator Pelaksana Bidang Kedaruratan dan Logistik (Pusdalop) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Timur Cahyo Kristanto.
“Titik panas diindikasi sebagai awal terjadi nya kebakaran hutan dan lahan,” ungkapnya saat ditemui di kantornya di Jalan MT Haryono, Selasa (2/1/2023).
Ia menyebut hal itu menjadi waspada karena wilayah Kalimantan Timur sendiri banyak mengandung tambang, seperti batubara. Sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan di dalam bumi yang tidak diketahui.
Pria yang pada hari ini mengenakan seragam dinas BPBD itu pun memaparkan beberapa daerah yang berpotensi munculnya titik panas. Dan ketiga titik tersebut berstatus waspada.
Untuk Provinsi Kalimantan Timur sendiri secara global, titik panas sebagian besar terdapat di wilayah Kutai Timur, seperti Kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan. Disebutnya daerah tersebut selain berpotensi titik panas juga berpotensi banjir. Kemudian terdapat di sebagian kecil wilayah Kabupaten Berau.
Kemudian beralih ke bagian barat, hot spot juga kerap didapati di Kabupaten Kutai Kartanegara seperti Kecamatan Tabang dan Kembang Janggut. Ia menambahkan untuk Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Paser juga berpotensi. Dan hot spot yang paling berpotensi muncul terdapat di Kabupaten Kutai Barat.
Titik panas tersebut berbeda di setiap waktunya, BPBD Kaltim sendiri terus memantau titik panas tersebut dari beberapa satelit. Untuk hari ini, terdapat tiga titik panas dari dua pantauan satelit yang berbeda. Yaitu untuk satelit pertama terpantau satu titik panas di Kecamatan Segah, Berau. Sedangkan pada satelit kedua terpantau dua titik panas di Kecamatan Sambaliung, Berau.
Ia pun berharap agar masyarakat tidak membuang sembarangan rokok yang masih menyala. Juga membuat perapian yang tidak dijaga. Dikatakannya hal ini dapat memicu perapian dan dapat merambat ke tanah yang mengandung gambut.
“Kalau sudah kebakaran gambut itu namanya kebakaran bawah tanah susah diprediksi. Saat ini mungkin di titik A asapnya kita padamkan ternyata titiknya di Z,” tutur Cahyo.
Apalagi hendak menghadapi El Nino, ia menuturkan, jika tidak diwaspadai maka dapat kembali mengalami kebakaran hutan seperti 2014 hingga 2019. Terakhir ia mengatakan dengan hadirnya teknologi yang semakin canggih maka dapat dilakukan modifikasi cuaca.
“Penyebaran garam di awan sehingga menciptakan hujan. Tapi itu kan anggaran hujan nya sangat luar biasa,” pungkas Cahyo. (dey/boy)