Oleh: Zeydan Viranda Saylen*
reviewsatu.com – Dalam perjalanan hidup saya, kenangan ini adalah kenangan yang sangat luar biasa dan tidak mungkin pernah terlupakan. Yaitu kenangan diri saya menjadi siswa pertukaran pelajar ke Jepang. Dimulai saat saya kelas 10 SMA, suatu hari ketua kelas yang bernama Dhandy membagikan edaran di grup Whatsapp kelas. Saat itu saya sangat penasaran dan coba membaca dengan teliti edaran itu. Bacaan per bacaan membuat saya mulai tertarik.
“Wah keren! Ternyata ada ya program seperti ini. Kalau saya lolos, saya bisa jadi anak SMA di luar negeri, keren banget!”, ucap saya dalam hati.
Apalagi saat mengetahui kalau ada program yang tujuan negaranya adalah Jepang. Membuat saya semakin tertarik, namun di saat yang sama merasa tidak yakin bisa sampai ke sana. Saya waktu itu memiliki ketertarikan yang sangat tinggi terhadap Jepang terutama dalam segi hiburannya, yaitu video animasi yang dibuat oleh negara Jepang. Orang-orang mengenal itu dengan sebutan anime.
Selama pandemi saat itu. Saya menghabiskan waktu-waktu di atas kasur melakukan hobi saya seperti bermain smartphone dan menonton hiburan kesukaan saya yaitu anime. Benar-benar banyak sekali waktu saya terpakai untuk menonton anime. Sehingga berkat anime wawasan bahasa Jepang saya bertambah seiring banyaknya anime yang saya tonton. Wawasan saya tentang budaya, lingkungan, kehidupan Jepang dan banyak aspek lain juga ikut bertambah. Anime adalah pintu gerbang yang menjadikan saya tertarik untuk membuka pandangan lebih luas dengan Jepang dan perlahan membawa hati saya untuk menyukai negara pembuatnya yaitu Jepang.
Saya mengetahui akan betapa tidak pantasnya diri saya ini untuk ikut program pertukaran pelajar. Yang pasti, saya ingin mencoba, saya memberanikan diri untuk mendaftar. Walau gagal nantinya, siapa tau usaha yang dikerahkan selama proses penyisihan nanti dapat menjadi bermanfaat untuk kesempatan lain seperti ini lain kalinya. Gagal itu urusan belakangan, yang penting kita berani untuk mencoba dan mencoba. Selalu ingat bahwa usaha tidak akan menghianati hasil, walau menghianati pun minimal usaha itu tidak akan menghianatimu. Memang iya, akan banyak tantangan, hambatan, dan kesusahan yang akan dihadapi dari memilih langkah ini. Namun, saya selalu yakin bahwa Tuhan yang Maha Penolong pasti akan menolong saya untuk melewati hal tersebut. Keyakinan seperti ini yang memotivasi saya untuk mencoba dan mengambil resiko, motivasi yang InsyaAllah akan selalu saya pegang dan saya ingat.
Proses yang saya lalui sampai bisa lolos itu sangat panjang. Tahap pertama yaitu tahap seperti pembuatan CV atau data-data tentang diri dan pertanyaan-pertanyaan yang pendaftar perlu isi. Tahap pertama dilalui secara online di web program pertukaran pelajar. Pengisian data-data yang dilsayakan sangat banyak sekali, contohnya seperti biodata diri, nilai pendidikan, sertifikat, informasi tentang keluarga, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disediakan, tentang kepribadian diri, kelebihan dan kekurangan diri, melengkapi berkas tertentu, essay, dan lain-lain yang sedemikian itu adalah beberapa gambaran dari tahap pertama. Setelah itu akan diseleksi dan diberitahukan di laman akun Instagram lembaga penyelenggara yaitu Bina Antar Budaya-AFS.
Lalu, di tahap kedua adalah tahap wawancara. Karena pandemi, wawancara dilakukan secara online. Tahap ini dibagi menjadi dua sesi yaitu wawancara versi bahasa Indonesia dan wawancara versi bahasa Inggris. Saya sama sekali tidak ada pengalaman dalam kegiatan wawancara, sehingga saya sangat berusaha keras dalam persiapannya. Saya menonton banyak tips-tips wawancara di YouTube, lalu mencatat poin-poin pentingnya.
Saya juga mempersiapkan pertanyaan yang diperkirakan akan muncul dan jawabannya, lalu saya pahami pertanyaan dan jawabannya, sehingga paling tidak hari-H nanti saya bisa improvisasi jawaban saya ke pertanyaannya. Wawancara dilaksanakan online via zoom. Para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, lalu nanti di kelompok masing-masing akan dipanggil satu per satu pesertanya, lalu dipindahkan ke room berbeda untuk kegiatan wawancaranya. Sangat gugup sekali selama kegiatan wawancara, apalagi wawancara dengan bahasa Inggris. Namun, Saya sangat bersyukur karena mendapatkan pewawancara yang baik dan tidak sulit pertanyaannya.
Selanjutnya yaitu adalah tahap dinamika kelompok. Tahap ini adalah tahap dimana kita perlu berdikusi akan suatu topik di suatu kelompok berisi 5-6 peserta. Tahap ini juga dilsayakan secara online via zoom. Di tahap ini, peserta akan mendiskusikan topik yang telah dipilih bersama. Lalu hasil diskusi dibikin menjadi suatu PPT yang nanti akan dipresentasikan. Setelah itu, para juri akan memberi pertanyaan berkaitan dengan hasil presentasi tadi.
Tahap ketiga ini adalah tahap yang tidak akan pernah terlupakan. Karena setelah tahap ini, kondisi mental menurun drastis, merasa perjuangan saya sia-sia, dan berputus asa. Di tahap ini, saya sekelompok dengan orang-orang pintar luar biasa, mereka selalu dominan dan aktif dalam menjawab pertanyaan para juri. Membuat saya merasa kalau mereka-mereka lah yang lebih pantas menjadi siswa pertukaran pelajar dibanding diri saya.
Namun tidak disangka, setelah berapa minggu terlewati, saat subuh hari saya ingin membaca Alquran. Saya mendapat email pemberitahuan kelolosan tahap dinamika kelompok dan ternyata saya lolos.
“Yes, Alhamdulillah,” ucap saya dengan suara kecil dan selebrasi-selebrasi kecil agar tidak mengganggu tidur keluarga.
Orang tua dan adik saya juga ikut bersyukur bahagia setelah mengetahui kalau saya lolos ke tahap selanjutnya. Saya pun sangat senang dan juga bingung kenapa malah saya yang lolos. Ternyata, setelah tahap ketiga selesai dan para juri mengadakan pertemuan untuk membahas siapa yang layak diloloskan, ada 1 juri paling senior dan paling didengar yang memilih saya untuk diloloskan. Kenapa saya dipilih juga sampai sekarang saya masih bertanya-tanya. Yang pasti, ada keterlibatan Tuhan dalam kejadian itu. Ya Allah, sungguh Engkau sebaik-baiknya perencana dan Yang Maha sayaasa. Tinggal beberapa langkah lagi saya bisa menjadi penerima beasiswa.
Setelah pemberitahuan itu, informasi lebih lanjut masih belum kunjung datang hingga 2 bulan lebih. Hingga suatu hari saya menerima undangan grup WhatsApp dari staff Program, lalu diberikan tugas untuk membuat akun di website khusus untuk para calon-calon penerima beasiswa dan melengkapi data-data informasi yang diminta oleh akun. Peserta yang tersisa ada 5 peserta, dan di tahap ini akan menjadi tahap terakhir penyisihan. Mirip dengan tahap pertama, hanya saja akun yang dibikin di tahap ini akan disalurkan dan ditujukan kepada negara tujuan untuk dipilihkan host school, host family, tempat tinggal, dan lainnya.
Data-data yang dilengkapi ada banyak dan rumit, kamu perlu untuk mengisi check up kesehatan, kelengkapan pendidikan, esai, surat untuk host family dan host school, checklist alergi makanan, dan banyak lagi data-data dan berkas yang menyusahkan. Sehingga waktu saya banyak izin pulang lebih dulu di sekolah untuk melengkapi kelengkapan akun. Yang menjadi masalah adalah jangka waktu penuntasan yang sangat pendek. Syukurnya saya dapat menuntaskan sebelum deadline. Setelah beberapa hari menunggu kabar setelah penuntasan, saya mendapat chat dari staff Program kalau saya lolos dan resmi menjadi penerima beasiswa. Hanya bisa terdiam tidak bisa berkata-kata, saya tidak menyangka bisa sampai ke titik ini.
“Selamat ya diri saya, mimpimu menjadi nyata. Kamu hebat bisa bertahan sampai sekarang”, ucap saya dalam hati. Mengapresiasi diri yang sudah berjuang keras.
Hal sebahagia itu tidaklah bisa terwujud tanpa doa dan bantuan orang tua tercinta, Papa dan Mama. Yang sangat berperan penting selama saya menjalani proses penyisihan. Merekalah yang menjadi penyemangat dikala sedang capek mengurus berkas atau saat gelisah tentang bagaimana kehidupan saya nantinya di Jepang. Merekalah yang menjadi penunjang dari biaya yang dikeluarkan demi keperluan pengisian berkas. Bu Khusnul, guru SMP favorit saya juga berperan penting dalam memberikan beberapa tips kepada saya dan juga penyemangat selama menjalani proses penyisihan. Rasa terima kasih yang tak terhingga untuk mereka. (bersambung)
*penulis adalah pelajar SMA Negeri 1 Samarinda.