UTAMA  

Rela Plesiran Demi Muluskan Bisnis Karbon Di Kalimantan

karbon
Gubernur Kaltim Isran Noor (kanan) beserta rombongan saat berada di Brazil. (ist)

Samarinda, reviewsatu.com –  Jual beli karbon kini menjadi bisnis yang menggiurkan. Bahkan gubernur Kaltim Isran Noor sampai harus rela plesiran ke luar negeri, hanya demi mendapatkan keuntungan atas bisnis ini.

Sebagaimana diketahui, Kaltim telah berhasil mengurangi emisinya sebesar 32 juta ton CO2e. Nilai ini  melampaui target penurunan emisi sebesar 22 juta ton CO2e yang ditetapkan Program Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF CF), selama periode 2019 hingga Desember 2020. Berarti terdapat kelebihan 10 juta ton yang bisa diperdagangkan. Karena kontrak pemerintah dalam program ini ditargetkan hanya sampai 22 juta ton, maka pemprov pun berjuang mendapatkan hak atas 10 juta sisanya. Tapi langkah mendapatkan hak itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Isran beserta rombongan pun harus bertandang ke luar negeri demi menemui para pemangku kebijakan terkait.

“Kenapa 10 juta ton tidak masuk, itu yang membuat saya harus bertemu dengan World Bank,” tegas Gubernur Kaltim Isran Noor.

Guna menemui pihak World Bank dan duduk satu meja pun tidak mudah. Isran harus berkeliling ke sejumlah negara yang juga memperdagangkan karbon mereka demi meraih simpati. Dimulailah perjalanannya ke Mesir menghadiri COP27 pada November 2022 lalu. Di sana ia meminta untuk diajak ke Brazil. “Saya bisiki wakil direktur World Bank Asia Pacific, tolong fasilitasi. Di fasilitasi. Ke Brazil kami, rapat saya di sana dengan menteri lingkungan hidup Kongo dan Brazil,” kenangnya. Isran mengklaim tidak ada pejabat kementerian yang turut mendampingi. Usai bertandang ke Brazil, Isran melanjutkan perjalanan ke Washington, Amerika Serikat. Delegasi negara Kongo tidak diikutsertakan oleh World Bank ke Washington.

Baca Juga  Diabetes Melitus, Ibunya Penyakit yang Kerap Diabaikan

Di negara Paman Sam itu akhirnya terjalin kesepakatan terkait sisa 10 juta ton CO2e. Dimana International Finance Corporation (IFC) sebagai lembar donor swasta bersedia memasarkan 9 juta ton CO2e kepada sejumlah perusahaan multinasional. Seperti: Google, Delta Airlines, Microsoft, IKEA, Shell, Unilever, BP dan lainnya. Sementara  1 juta ton CO2e sisanya akan dibayar oleh World Bank dengan harga tertinggi. 30 US Dollar per ton. Atau sekitar Rp 444.810,18 jika dikurskan ke dalam rupiah. Adapun 9 ton yang sebelumnya akan dijual di pasar bebas. Sistemnya bisa bussines to bussines (B to B), government to bussines (G to B) atau auction (lelang)

“Amazon, Porsche asosiasi pengusahaan penerbangan seluruh dunia, Shell dan lain-lain juga hadir,” selorohnya. 

Informasi Isran menginjakkan kaki ke World Bank tersebut pun terdengar di telinga Presiden RI Joko Widodo.  Jokowi lalu menggelar rapat bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan pihak terkait untuk mengeluarkan surat edaran.

“Intinya kira-kira dipersilakan di daerah bagi para gubernur lakukan transaksi karbon, yang penting lapor. Enggak papa, kan lapor saja.”

Isran pun menambahkan dalam pertemuan tersebut tidak ada pihak kementerian yang turut mendampingi. “Indonesia diwakili oleh Ketua Umum APPSI,” ucapnya bangga.

Bisnis karbon ini memang tidak main-main. Dilansir dari situs resmi Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mencatat perdagangan karbon di Indonesia dapat menembus USD 300 miliar atau sekitar Rp 4.625 triliun (asumsi kurs JISDOR BI Rp15.418 per US$) per tahun. Uang itu berasal dari kegiatan menanam kembali hutan yang gundul hingga penggunaan energi baru terbarukan (EBT).

Baca Juga  Bapak Mario Dandy, Rafael Alun Trisambodo Mundur dari Jabatan di Dirjen Pajak

Bahkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun sudah resmi meluncurkanperdagangan karbon. Di mana mulai 2023-2024, perdagangan karbon dilakukan di subsektor pembangkit tenaga listrik secara mandatory. Perdagangan karbon dilakukan pada unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW. Perdagangan karbon itu sendiri diimplementasikan melalui 2 mekanisme, yaitu perdagangan emisi dan offset emisi.

Tuai kritik

Dibalik menggiurkannya bisnis karbon, sejumlah anak muda yang tergabung dalam Bunga Terung Kaltim tegas menolak. Dampak iklim yang mulai terasa menjadi alasannya.

istimewa

“Memperingati hari lingkungan hidup sedunia kami mengingatkan pemerintah untuk bertindak lebih tegas, jelas dan terukur dalam mengatasi serta menahan laju peningkatan suhu permukaan bumi,” ujar anggota XR Bunga Terung Kaltim Yopin Pratama.

Ia menyebut bisnis karbon merupakan euforia dana ikim dari lembaga pendanaan luar negeri. Pulus ekstra itu akan digunakan sebagai bentuk untuk memitigasi perubahan iklim

“Gubernur plesiran ke luar negeri demi dapatkan dana iklim, tapi masyarakatnya keluar uang ekstra untuk beli AC atau kipas angin agar tidak kepanasan,” sindirnya.

Yang saat ini dibutuhkan katanya adalah menghentikan laju konversi hutan dan lahan untuk kebutuhan industri. Pemberian dana iklim lanjutnya sendiri hanya sebagai bentuk green celansing.

“Atau upaya cuci dosa atas kesalahan kebijakan dalam tata kelola lahan, hutan dan konsumsi energi yang berbasis fosil,” pungkasnya. (boy)