Samarinda, reviewsatu.com – Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Salehuddin prihatin dengan fenomena kekerasan di lingkungan pondok pesantren terhadap santri. Menurutnya fenomena ini memang belum terdeteksi dengan baik.
“Saya pikir fenomena ini masih terjadi,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Kamis (9/3/2023).
Ia mengatakan seharusnya pondok pesantren memiliki pengawasan yang cukup ketat. Karena tanpa pengawasan yang baik maka dapat menghadirkan situasi yang membahayakan. Saleh meminta Kementerian Agama segera membuat regulasi. Dimana nantinya regulasi ini diharapkan bisa mencegah agar tidak lagi terdengar kekerasan pada lingkungan pondok.
“Kemenag termasuk Kanwil punya tanggung jawab bagaimana langkah mencegah tindak kekerasan,” ungkapnya saat dihubungi melalui seluler.
Tidak hanya itu. Pengelola pesantren juga mempunyai tanggung jawab untuk membina. Shaleh menambahkan Kemenag seharusnya punya tanggung jawab memberikan pembinaan, sosialisasi bahkan regulasi yang jelas.
Kemenag juga jangan abai terhadap fenomena kekerasan ini. Intinya menurut politisi Golkar ini Kemenag harus punay regulasi atau kebijakan khusus yang mengatur caara pencegahan maupun tindak pidana kekerasan dalam lingkup pendidikan agama.
Ia menekankan kasus seperti ini harus diatasi sampai tuntas. Bukan hanya pada kekerasan fisik namun juga pada kekerasan seksual. Menurut Saleh, kasus ini diam-diam mematikan. Karenanya ia berharap Kemenag dalam waktu dekat bisa membuat tindakan untuk mengantisipasi hal tersebut. Mulai dari sosialisasi hingga evaluasi.
“Perlu komitmen dari institusi baik kementrian, yayasan, pengasuh agar tidak menggunakan metode kekerasan,” tambah Saleh.
Kata Saleh, juga perlu ada pendidikan khusus konseling untuk guru. Sehingga ketika murid mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari pihak mana saja, guru dapat memberikan sanksi tegas namun tetap mendidik.
“Jangan sampai justru santri yang dirundung oleh santri lain malah turut dirundung oleh para pengajarnya,” ungkap Shaleh.
Tak Cuma pendidik. Orang tua juga berperan penting.
“Kesannya sekarang orang tua berdaulat menyerahkan anaknya untuk di sekolahkan di pesantren tapi tanpa punya tanggung jawab untuk mengontrol, berkomunikasi segala macam.”
Itu menjadi sebuah catatan penting. Karena proses pendidikan tidak hanya pihak sekolah, tapi ada orang tua masyarakat dan kemenag.
“Itu bagian dari upaya kita untuk mengantisipasi kekerasan,” pungkasnya. (dey/boy)