Samarinda, reviewsatu.com – Sapto Dahono (36) harus menelan pil pahit. Ia harus dua kali membayar tanah yang dibeli karena sertifikat pada pembelian pertama ternyata palsu.
Kejadiannya bermula pada 15 Maret 2018 silam. Ketika itu ia baru saja membeli tanah pada ketua RT setempat berinisial ZM (54) dengan harga Rp 170 juta. Lokasi tanahnya di Jalan Pangeran Suryanata, Gang 9 RT 27 Kelurahan Air Putih, Kecamatan Samarinda Ulu.
“Sejak 2018 ditawarin (Ketua, red) RT setempat bilangnya 10 x 20 m dengan harga Rp 200 juta saya tawar Rp 170 juta, ” katanya saat ditemui di salah satu kafe di Jalan Juanda, Sabtu (4/3/2023) lalu.
Sapto mengatakan sejak awal Ketua RT tersebut sudah mengakui tanah itu miliknya. Ia percaya saja. Ia pun membayar dengan empat kali angsuran. Setelah pelunasan ia baru mendapatkan sertifikat. Karena percaya ia pun tidak memeriksa lagi terkait keaslian sertifikat tanah.
Lalu pada Mei 2020 ia bermaksud membangun hunian di tanah tersebut. Namun alangkah terkejutnya Sapto. Pada 2021 ketika bangunan tersebut sudah jadi sekitar 70 persen, rumahnya didatangi oleh rombongan orang. Salah satunya mengaku sebagai pemilik tanah yang ia bangun. Sayangnya saat itu ia berada di luar Kalimantan.
Setelah kembali ke Kaltim, ia lantas mencari orang yang mengaku pemilik tanah tersebut. Pria itu pun menanyakan kepada oknum Ketua RT terkait hal tersebut. Namun ZM berkelit dan tidak mempertemukan Sapto dengan pemilik tanah yang ia bangun.
Kemudian ia kembali dikejutkan saat didatangi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Samarinda. Bersama orang yang mengaku sebagai pemilik tanah. Saat itu dilakukan pengukuran kembali tanah tersebut untuk memeriksa keabsahan sertifikat.
Setelah itu barulah dilihat kejanggalan. Yaitu nama Sapto sudah tertera pada sertifikat tersebut sejak 2007. Padahal ia baru membeli tanah itu pada 2018. Akhirnya terjadilah adu mulut. Kedua sertifikat diperiksa ke BPN Samarinda. Dan ternyata sertifikat Sapto dinyatakan palsu.
Usut punya usut, tanah tersebut adalah tanah wakaf yang diamanahkan untuk di jual. Hasil penjualannya diberikan untuk pembangunan masjid. Tidak mau mengorbankan rumah miliknya yang sudah hampir jadi, Sapto pun memilih kembali membayari tanah tersebut sebesar Rp 200 juta kepada ahli waris dan melaporkan ZM ke kantor polisi.
Dyah Lestari selalu kuasa hukum juga angkat bicara.
“Tanah itu ada yang punya wakaf mesjid. Dari pengurus mesjid, sang ahli waris tadi mencoba untuk menemui yang punya bangunan,” katanya.
Setelah mendapati informasi itu, Sapto didampingi Dyah membuat laporan ke Polresta Samarinda pada 2 April 2022. Dyah mengatakan penanganan kasus tersebut cukup rumit. Sebab saksi saat dilakukan transaksi jual beli tersebut meninggal. Dyah mengatakan kasus ini sempat dibantu media hingga keluar bukti lapor pada 7 Oktober 2022. Segala
proses mereka lalui termasuk kelengkapan berkas, seperti pemeriksaan sertifikat tanah, mencari informasi pemilik nama-nama staff Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang terdapat pada sertifikat palsu tersebut. Semua upaya sudah dilakukan. Hingga akhirnya kepolisian menetapkan ZM sebagai tersangka, Senin (13/2/2023) lalu.
Namun alangkah terkejutnya Sapto, ketika melihat ZM yang saat itu sudah ditetapkan sebagai tersangka masih berada di rumah. Ia tahu lantaran rumahnya berhadapan dengan kediaman ZM.
“Kalau klien kami keluar lihat tersangka di depan rumahnya. Ternyata belum ditahan,” ungkap perempuan yang saat itu mengenakan jilbab berwarna hitam.
Setelah itu mereka pun datang ke tempat mereka melapor terkait kasus tersebut sebelumnya untuk menanyakan perihal tersebut. Dikatakan bahwa ZM sedang sakit makanya ia tidak ditahan.
Lantas Sapto menanyakan lagi terkait keterangan surat sakit tersebut. Lalu dijawab tidak ada. Namun mereka ditunjukkan foto mata tersangka yang ditutupi perban. Pada hari lain saat Sapto hendak menuju ke rumahnya, ia berpapasan lagi dengan ZM. Ketika itu si ketua RT sedang berolahraga lari mengenakan jaket bewarna hijau. Dan tidak nampak perban pada matanya seperti sebelumnya. Sapto merekam kejadian itu dan menunjukkannya kepada awak media.
“Kemarin dijawab bahwa tersangka kena wajib lapor Senin sampai Kamis karena alasan sakit,” kesalnya.
Sapto pun meminta agar oknum Ketua RT tersebut segera ditangkap dan tidak lari dari tanggungjawabnya. Ia meyakini bahwa Ketua RT tersebut hanya berpura-pura sakit. (dey/boy)