Berau, reviewsatu.com – Angka cerai di Kabupaten Berau mengalami lonjakan setiap tahun. Mayoritas, disebabkan faktor ekonomi, belum matangnya usia pernikahan, dan orang ketiga.
Dari data Pengadilan Agama (PA) Tanjung Redeb, tahun 2022 setidaknya 614 gugatan cerai, baik yang diajukan pihak wanita (cerai gugat) maupun pihak laki-laki (cerai talak). Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Tanjung Redeb, Suhaimi mengatakan, menyampaikan, dari 614 permohonan cerai yang masuk, mayoritas pemohonnya adalah wanita atau pihak istri.
“Jadi paling banyak yang mengajukan itu perempuan sebanyak 438 gugatan. Sementara dari pihak laki-laki itu hanya 176 gugatan. Artinya hampir 50 persen perbandingannya,” katanya.
Jumlah itu ditambahkannya, jauh lebih banyak dari angka perceraian pada tahun 2021 lalu sebanyak 536 gugatan yang masuk. Paling banyak pihak perempuan 387 memohon cerai, sementera laki-laki hanya 149 permohonan cerai.
“Jadi ada kenaikan 78 permohonan cerai di tahun 2022 lalu,” katanya.
Adapun maraknya kasus perceraian didominasi banyak hal. Salah satunya faktor ekonomi yang tidak memungkinkan. Hal ini kata dia, cenderung menjadi penyebab awal persoalan munculnya keributan dalam rumah tangga. Tidak jarang, dampak dari ekonomi ini juga cenderung berujung kekerasan dalam rumah tangga. Sehingga, berujung pada gugatan perceraian.
“Ini yang hampir rata-rata jadi penyebab utama. Karena dianggap tidak bisa bertanggungjawab atas keluarganya,” katanya.
Selain itu, ada juga disebabkan kurang matangnya usia pernikahan. Di mana masing-masing pihak merasa paling benar, dan cenderung tidak bisa mengatur emosionalnya. Bahkan, cenderung mengabaikan kewajibannya sebagi seorang suami ataupun seorang istri. Bahkan, banyak keluhan dari perceraian itu karena suaminya yang tidak mau bekerja dan cenderung bermain game online.
“Nah, ini biasa terjadi pada pasangan muda yang baru nikah. Atau terpaksa menikah muda. Kewajibannya tidak dijalankan. Seperti bekerja, tapi malah tidur sampai siang, malamnya bermain game online. Ini juga jadi penyebabnya,” terangnya.
Penyebab terakhir adalah kehadiran orang ketiga. Biasanya, ini terjadi karena terlalu sering berselancar di media sosial. Atau ada pendatang baru di wilayahnya, yang memiliki keunggulan dibanding suami atau istri.
“Berawal dari kenalan, hingga lupa kalau sudah punya keluarga. Itu juga jadi pemicu. Ada juga, karena kehidupan keluargnya terlalu banyak diatur mertua. Memang, ada banyak faktor yang menjadi penyebab perceraian terjadi,” jelasnya.
Kendati banyak yang mengajukan gugatan, tidak serta merta langsung diputus atau dikabulkan. Sebab, sebelum memutuskam perkara gugatan, pihaknya mencoba mendamaikan kedua belah pihak. Dalam hal ini adalah pasangn suami istri yang sedang berseteru.
“Kami mencoba mediasi, dan mendamaikan. Ada juga yang mau berdamai, karena memikirkan masa depan anak, dan persoalannya masih bisa diperbaiki. Tapi banyak yang keukeuh terap bercerai,” pungkasnya. (*)
Reporter: Hendra Irawan
Sumber: nomorsatukaltim.com